MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar diskusi publik dengan tema “Peran Sivitas Akademika dan CSO Pembela HAM dalam Mengawal Pengadilan HAM Peristiwa Paniai”, Selasa (25/10/2022).
Diskusi publik tersebut menghadirkan narasumber dari universitas ternama dunia, Stanford University, Professor David Cohen yang akrab disapa dengan Prof Cohen.
Prof Cohen merupakan pakar hukum HAM Internasional yang juga menjabat sebagai Founding Director pada Pusat Kajian Human Rights and International Justice di Stanford University, Amerika Serikat.
Menurut QS World University Rangkings tahun 2022, Standford University saat ini menempati peringkat ke-3 sebagai universitas terbaik di dunia dengan jurusan hukumnya yang masuk 5 besar sekolah hukum terbaik di dunia.
Diskusi ini dilakukan secara hybrid melalui aplikasi Zoom dan luring yang bertempat di Ruang Promosi Doktor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang dipenuhi oleh mahasiswa hukum jenjang S1 dan S2 sebagai peserta diskusi.
Diskusi dibuka dan diawali dengan opening speech oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Hamzah Halim. Dalam sambutannya, Prof Hamzah Halim menyambut baik dan sangat senang dengan kedatangan dan kesediaan Prof Cohen untuk meluangkan waktunya memberikan kuliah umum mengenai pandangannya sebagai ahli hukum HAM Internasional dan juga memiliki sejumlah pengalaman dan keahlian beliau dalam menangani kasus pelanggaran HAM berat.
Dalam kesempatan ini pula, Prof Hamzah selaku dekan menyampaikan harapan, semoga kedatangan Prof Cohen ini bisa menjadi awal yang baik untuk kerjasama dalam bidang pendidikan juga pengembangan SDM antara FH UH dengan Stanford University, salah satunya adalah mengundang kembali Prof Cohen untuk menjadi Visiting Lecturer semester depan.
Diskusi publik ini dimoderatori langsung oleh Wakil Dekan Bidang Perencanaan, Sumber Daya dan Alumni, Prof Dr Iin Karita Sakharina.
Sementara Prof Cohen menekankan bahwa dalam mengadili kasus pelanggaran HAM berat khususnya terkait kejahatan terhadap kemanusiaan, para hakim harus terlebih dahulu mengindentifikasi apakah tindakan tersebut memenuhi elemen kontekstual dari kejahatan terhadap kemanusiaan itu sendiri untuk membuktikan bahwa sebuah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan.
Elemen kontekstual yang dimaksud adalah sistematis, meluas, dan serangan ditujukan kepada penduduk sipil. Jika salah satu elemen tidak terpenuhi, maka sebuah tindakan tidak dapat ditetapkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Di tengah diskusi, Prof Cohen juga memberikan pendapatnya mengenai isu pelanggaran HAM berat khususnya terkait proses peradilan kasus pelanggaran HAM berat di indonesia, bahwa masih banyak hakim dan jaksa di Indonesia yang belum memahami dengan baik bagaimana menetapkan sebuah tindak pidana sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu jenis pelanggaran HAM berat internasional yang ditetapkan dalam Statuta Roma (The Rome Statute of International Criminal of Court).
Menurutnya, hal ini yang kemudian menjadi tantangan besar dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Sebagai penutup, Prof Cohen menyampaikan bahwa civitas akademika khususnya mahasiswa, memiliki kesempatan untuk memperoleh pemahaman dan keterampilan hukum yang akan dibawa terlepas dari peran apapun yang dilakukan di masa depan. (*)