Krisis Pangan dan Cara Lari dari Kemiskinan

  • Bagikan

OLEH: GUSTI PALUMPUN

INDONESIA bisa saja kembali ke jurang resesi seperti di 2020 silam. Situasi yang memungkinkan memicu gelombang PHK  dan naiknya populasi orang miskin.

2023 akan menjadi masa kelam bagi ekonomi dunia. Ada beragam ancaman datang. Krisis pangan. Resesi. Bahkan hingga gelombang PHK massal.

Ekonomi bisa saja kembali jatuh. Seperti pada 2020 dan 2021 lalu. Menkeu sudah memberi lampu merah bahwa resesi akan terjadi. PHK besar besaran akan terjadi. Kita pun akan dihadapkan pada statistik kemiskinan yang makin tinggi.

Relaksasi di sektor-sektor vital tidak akan berpengaruh besar. Sebab ekonomi dunia guncang. Ekonomi tidak akan naik signifikan. Hanya bisa naik satu atau dua strip. Itu kalau relaksasi efektif. Kalau tidak, justru akan menjadi boomerang.

Pemerintah sudah tepat mendorong konsumsi masyarakat. Sedikitnya itu bisa memulihkan daya beli yang jatuh sejak pandemi.

Tetapi tidak bisa dipulihkan dalam waktu singkat. Karena faktornya lebih pada ekses eksternal. Sebab ekonomi dunia sedang terpukul. Semua negara maju sekarang dalam ancaman resesi. Efek ini yang sulit kita hadapi.

Jerman sudah resesi. Sebelumnya Korsel juga sudah mengumumkan situasi yang sama. Terakhir AS juga jatuh dalam resesi setelah ekonomi mereka terjun bebas ke minus 32%. Beberapa negara Asia juga di ambang kejatuhan.

Saat ini Indonesia masih sedikit kuat. Tapi mempukah bertahan sampai 2023? Selain dampak ekonomi, kondisi sosial juga akan mengalami resistensi.

PHK tak bisa kita hindari. Akan ada gelombang PHK besar-besaran. Karena kinerja industri menurun. Ekspor juga akan mengalami kelesuan.

Daya serap sektor riil kian kecil. Di masyarakat, daya beli juga semakin turun. Situasi ini akan berdampak pada kondisi sosial masyarakat. Di mana masyarakat tidak lagi memiliki banyak pilihan.

Kita tak mungkin lari dari realitas ini. Kita sudah jatuh. Bayangkan prediksi jika terjadi krisis pangan maka kemiskinan akan naik sekitar 3,02 juta hingga 5,71 juta orang. Dan pengangguran meningkat kurang lebih 4 juta-5,23 juta orang.

Kementerian Tenaga Kerja juga sudah menyebut angka pengangguran, sempat turun dari 7.050.000 orang menjadi 6.800.000. Namun, adanya COVID-19 membuat datanya kembali naik. Nah jika krisis pangan terjadi maka akan  naik lebih besar lagi.

Pada periode di puncak pandemi lalu berdasarkan data total pekerja kena PHK maupun dirumahkan melonjak sebanyak 3,5 juta orang. Totalnya mencapai 10 juta orang dalam tingkat pengangguran terbuka. Semua ini akan menambah populasi warga miskin. Di mana sebagian besar dari jumlah itu adalah warga kota.

Padahal sebelumnya hanya 6 juta orang lebih. Artinya dalam 6 bulan grafik penganggur naik hampir 4 juta orang.

Badan Pusat Statistik pun mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia hingga Maret 2020 lalu sudah mencapai 26,42 juta orang. Kemiskinan di daerah perkotaan sebesar 11,16 juta orang atau 7,38% dan di daerah perdesaan sebesar 15,26 juta orang atau 12,82%.

Artinya, angka kemiskinan perkotaan naik 1,3 juta orang dari 9,86 juta orang pada September 2019 menjadi 11,16 juta orang pada Maret 2020. Sedangkan, angka kemiskinan di perdesaan mengalami kenaikan 333,9 ribu orang dari 14,93 juta orang pada September 2019 menjadi 15,26 juta orang pada Maret 2020.

Nah masihkah kita bisa lari dari kemiskinan. Sepertinya tidak. Kita harus menghadapinya. Tapi masih ada harapan. Kita tunggu terobosan ekonomi pemerintah. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version