Dewan Ingatkan Pemkot Makassar Soal Gedung Kantor Pemerintah yang Masih Status Pinjam

  • Bagikan
Anggota Komisi B, Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Makassar, Hamzah Hamid.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) kota Makassar, mengingatkan Pemerintah Kota Makassar untuk merenovasi atau membangun beberapa gedung perkantoran yang hingga saat ini statusnya masih peminjaman. Bahkan ada yang tidak layak huni.

Anggota Komisi B, Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Makassar, Hamzah Hamid mendesak Pemkot Makassar untuk menggunakan APBDP tahun 2023 yang telah disahkan untuk pembangunan gedung perkantoran dan pasar yang kini tak layak.

"Kami meminta Pemkot fokus pengembangan beberapa Puskesmas, Pembangunan Pasar Cendrawasih dan Pasar Sambungjawa, Pembangunan Kantor Camat Mariso, Pembangunan Kantor Lurah Mattoangin, Mario dan Kunjungmae," ujarnya, Kamis (10/11/2022).

Selain itu, utilitas lainnya terkait dengan infrasrtuktur jalan dan drainase serta fasilitas pendidikan yang menjadi kebutuhan dasar dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

"Dan program kegiatan lainnya harus memperhatikan hasil-hasil Reses dan Musrenbang yang merupakan aspirasi rakyat arus bawah," ungkapnya.

Diketahui, rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBDP) tahun anggaran 2023 yang terdiri atas Pendapatan Daerah yang direncanakan sebesar Rp4,78 Trilyun lebih dan Belanja Daerah direncanakan sebesar Rp5,66 Trilyun lebih, mengalami defisit sebesar Rp882,03 Milyar, yang ditutupi melalui Pembiayaan Netto.

Oleh sebab itu, lanjut ketua DPC PAN Kota Makassar itu, sejumlah output dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun tahun sebelumnya tidaklah menghasilkan outcome yang baik, sehingga manfaat (benefit) yang diharapkan tidak kunjung tiba dan bahkan berdampak negatif di tengah-tengah masyarakat.

"Maka kami mendesak kepada Pemerintah Kota Makassar di dalam melakukan dan menyusun perencanaan haruslah berdasar pada kebutuhan utama masyarakat, bukan berdasar pada keinginan," tegasnya.

Ditegaskan, bukankah regulasi mengamanahkan APBD disusun berdasar pada 5 Indikator (Input, Output, Outcome, Benefid dan Imfact), maka seharusnya dalam evaluasinya juga harus menggunakan 5 Indikator tersebut.

"Sehingga, hasilnya akan lebih terukur sekaligus menjadi referensi perencanaan ke depannya yang lebih baik," katanya.

Dengan demikian, tidak ada lagi drainase sebagai output kegiatan menjadi mubassir karna tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan bahkan hanya menjadi tempat tergenangnya air yang justru akan memberi dampak negatif pada masyarakat sekitar.

Hal lain yang harus menjadi perhatian utama adalah terkait validasi data terhadap masyarakat kurang mampu/miskin yang seharusnya mempunyai hak atas berbagai bantuan sosial dan pelayanan kesehatan,
namun karena tidak validnya data yang ada, mereka tidak mendapatkannya.

"Oleh karenanya, Dinas Sosial harus segera melakukan validasi data melalui pelaksanaan musyawarah kelurahan yang selama ini. Karena tidak pernah dilakukan," pungkasnya. (Yad/Raksul/A)

  • Bagikan

Exit mobile version