Parahnya lagi, perolehan skoring calon kades yang memiliki ijazah dari paket B dan Paket C nilai ujian lebih tinggi saat mengikuti uji wawancara dan uji tulis.
“Hal itupun menjadi pertanyaan banyak pihak khususnya simpatisan masing-masing Cakades, dan menimbulkan kegaduhan dimana-mana. Belum lagi domisili kandidat yang di dominasi berasal dari luar desa tapi mereka dipaksakan menjadi kandidat calon kepala desa,” ujarnya.
Sementara itu, ketua P2KD Kabupaten Takalar, Nilal Fauziah mengatakan bawha terkait dengan ujian tertulis dan wawancara diatur dalam Perbup Pilkades, Perbup Nomor 21 tahun 2022 tentang perubahan atas Perbub Bupati Nomor 19 Tahun 2021 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, masa jabatan, dan pemberhentian kepala desa di dalamnya sudah diatur tentang skoring dan ujian tertulis.
Penentuan Cakades berdasarkan akumulasi dari hasil tertulis dan skoring pada saat memasukkan berkas ketentuan Pasal 39A ayat 2 huruf e Perbub nomor 19 tahun 2021 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan masa jabatan dan pemberhentian kepala desa dibbuktikan dengan melampirkan SK jika menjadi atau pernah menjadi pengurus BPD, LPMD, Karangtaruna Desa, PKK Tingkat Desa, BUMDes dan Lembaga Adat di Desa.
“Sepanjang tidak ada ini maka nilai skoringnya tidak ada bahwa dukungan Ormas itu sesuai ketentuan Perbup bukan masuk kriteria untuk di skoring,” kata kepala BKKBN Takalar itu.
Terkait calon kepala desa berasal dari luar wilayah, Kata Nilal Fauziah ketentuan diatur para pendaftar bisa dari luar desa.
Dalam ketentuan Pasal 33 huruf g Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Ketentuan Pasal 21 huruf g Permendagri Nomor 112 tahun 2014 masih mengatur bahwa syarat calon kepala desa salah satunya adalah terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran, akan tetapi dengan adanya putusan Judicial Revie Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 128/PUU-XIII/2015, maka syarat tersebut dihapus karena dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Sehingga berimplikasi hukum dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa, maka terbitlah Permendagri Nomor 65 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tahun 2014 tentang peraturanemilihan kepala desa dimana pada ketentuan Pasal 21 huruf g dihapus , inilah menjadi dasar orang dari luar desa bisa mendaftar menjadi kepala desa,” tukasnya. (Adhy)