GOWA, RAKYATSULSEL - Diana Susanti Tunru merupakan salah satu anggota DPRD Gowa, mengendarai Partai Amanat Nasional (PAN) dan terpilih pada Pileg Tahun 2019 lewat Daerah Pemilihan (Dapil) Bajeng dan Bajeng Barat.
Namun, kini Diana Susanti Tunru bukan lagi anggota DPRD Gowa, setelah di Pengganti Antar Waktu (PAW) oleh partainya DPD PAN Gowa.
Peresmiannya juga dibuktikan setelah Pimpinan DPRD Kabupaten Gowa telah menerima SK pemberhentian sejak 7 Oktober 2022 lalu. Kini, DPRD Kabupaten Gowa hanya sisa menunggu SK pengangkatan PAW Diana Susanti dari Gubernur Sulsel.
Mengetahui kabar teserbut Diana Susanti Tunru tancap Gas dan memilih berpindah Partai. Dikabarkan, kini dia merapat ke Partai Gerindra Gowa.
Partai yang dulunya yang dikabarkan kedekatannya dengan petinggi DPD Gerindra Gowa, ketika saat itu masih menahkodai Partai Amanat Nasional.
Diana Susanti Tunru yang coba dikonfirmasi menjelaskan beberapa alasan kepindahannya ke Partai Gerindra Gowa.
Pertama dia menyampaikan bahwa dirinya pindah karena Partai yang paling pro dengan Milenial dan memberi banyak kesempatan bagi kaum milenial dalam berpolitik, aktif dalam kegiatan kepemudaan dari tingkat Nasional hingga Daerah.
Kemudian, dia juga menyatakan dia dan keluarganya adalah pecinta Prabowo Subianto darah yang lahir dari pasukan Kopassus. Yang mana sosok Ketua Umum Partai Gerindra adalah Danton dari Bapak Diana Susanti Tunru ketika perang di Timor-Timor.
"Saya gabung karena saya cinta sama partai Gerindra. Meskipun saya belum tentu masuk kembali mencalonkan di periode mendatang tapi saya sangat ingin bergabung di keluarga Gerindra, terutama karena saran dan restu orangtua," kata Diana melalui pesan WhatsApp.
Mengenai kabar kedekatannya dengan Partai Gerindra sebelum di PAW oleh partai sebelumnya yakni PAN, Diana Susanti Tunru mengakui kedekatannya dengan Partai Gerindra.
"Saya sangat dekat dengan seluruh pengurus Gerindra di Kabupaten gowa dan seluruh kader gerindra dari kota lain , itu yg membuat saya nyaman. Karena kehangatan dan kenyamannan dalam berpartai adalah hal paling penting buat saya," ucap Diana.
Terkait hal tersebut, Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Andi Ali Armunanto menjelaskan kepindahan Kader Partai ke Partai lain adalah Fenomena Party Switching.
"Fenomena ini biasanya disebut partu switching, kebanyakan terjadi karena keinginan untuk mendapatkan posisi strategis ataupun keuntungan politik yang ditawarkan oleh partai lain," kata Ali kepada rakyatsulsel.fajar.co.id, Minggu (20/11).
Berkaitan dengan etika Berpolitik, kata Ali Party Switching sangat bertentangan. Hal ini menandakan seorang Politisi Ketidakmatangan dan Kegagalan Berideologi.
"Tentu saja party switching akan bertentangan dengan etika politik karena perilaku tersebut didasari oleh pragmatisme dan egoisme berpolitik. Hal itu juga menandakan ketidakmatangan berpolitik dan kegagalan Berideologi," pungkasnya. (Abdul Kadir/Raksul/A)