MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Lima belas bulan menuju Pilpres. Aneka manuver partai politik dan juga bakal capres mempersiapkan diri menghadapi perhelatan politik nasional sekali dalam lima tahun ini terus dilakukan.
Berbagai spekulasi pun terus terbangun tentang bagaimana peluang kemenangan Anies menghadapi para pesaingnya.
Dalam bacaan saya, Anies Rasyid Baswedan atau ARB yang telah dideklarasikan oleh partai NasDem adalah satu-satunya kelompok penantang yang bakal tampil sebagai peserta capres menghadapi kelompok pelanjut rezim Jokowi.
Mampukah Anies dengan pasangannya nanti menghadapi para pesaing ataukah justru sebaliknya, Anies tak mampu menumbangkan pilihan rezim Jokowi.
Dari aneka data kuantitatif dan juga kualitatif, saya memproyeksikan peluang terpilihnya Anies Rasyid Baswedan pada Pilpres mendatang paling tidak ada tiga skenario pertarungan agar Anies bisa memenangkan pertarungan Pilpres mendatang.
Skenario pertama adalah skenario tiga pasang capres. Anies, Prabowo dan juga Ganjar.
Dalam simulasi ini, potensi Anies memenangkan pertarungan cukup terbuka. Walaupun potensi dua putaran bakal terjadi.
Mengapa Anies berpeluang? Karena konsetrasi pemilih rezim jokowi akan terpecah walaupun ganjar saya nilai akan lebih unggul dari prabowo menggaet pemilih jokowi.
Dikelompok antitesa rezim, tentu solid ke Anies. Sehingga peluang figur masuk keputaran selanjutnya hanya Anies dan Ganjar saja.
Lalu kemana migrasi pemilih Prabowo jika putaran kedua? tentu kecenderungannya lebih besar ke Anies. Faktor irisan suara antara Anies dan Prabowo cukup kuat.
Skenario kedua adalah skenario tiga pasang capres. Anies, Prabowo dan juga Puan Maharani sebagai figur utama.
Dalam skenario ini, Ganjar tidak lagi tampil sebagai figur utama. Peluang Anies makin terbuka lebar. Bahkan jika skenario ini terbangun, Anies berpeluang menyelesaikan Pilpres dalam satu putaran.
Lagi-lagi konsentrasi pemilih rezim Jokowi akan terpecah. Sehingga sangat menguntungkan posisi elektoral Anies.
Skenario ketiga adalah skenario empat pasang capres. Anies, Prabowo, Ganjar dan Puan.
Dengan simulasi parpol koalisi, Anies diusung NasDem, Demokrat dan juga PKS. Prabowo Gerindra dan PKB. Ganjar diusung KIB dan terakhir Puan diusung PDI Perjuangan.
Jika simulasi poros ini terjadi, lagi-lagi Anies makin diuntungkan. Bahkan Anies berpeluang menyelesaikan pertarungan satu putaran walaupun tidak semudah Anies melawan Prabowo dan Puan.
Nah, lain halnya jika Jokowi dan Megawati satu frekuensi di Pilpres mendatang. Hanya memunculkan satu poros saja, poros Prabowo-Ganjar.
Tentu Anies akan kewalahan menghadapi poros ini. Apalagi jika Anies salah memilih pasangan.
Mengapa poros Prabowo-Ganjar menjadi poros berat bagi Anies. Paling tidak ada dua alasan.
Alasan utama adalah intervensi kekuasaan. Mudah bagi Jokowi memainkan irama kekuasaannya dalam mengawal kemenangan sang jagoan.
Alasan kedua, konsilidasi kelompok pemilih rezim mudah terbangun. Karena hanya satu poros saja yang diusung oleh kelompok rezim. Tentu asosiasi pemilih Jokowi cenderung solid.
Dari ulasan saya di atas, tergambar jika pada Pilpres mendatang hanya dua faksi pemilih saja. Pemilih antitesa rezim dan juga pemilih rezim Jokowi.
Dimana kelompok tidak puas rezim Jokowi akan cenderung ke Anies. Begitupun sebaliknya. Para pendukung rezim Jokowi memilih figur yang direstui oleh Jokowi. (*)