Qatar, disanalah mata dunia tertuju. Pagelaran akbar sepak bola berkaliber internasional, akrab disebut piala dunia. Hajatan olahraga paling bergengsi dan diminati hampir semua kalangan itu hadir sebagai hiburan, tontonan yang membakar semangat nasionalisme.
Fanatisme terhadap tim kesayangan dibela mati-matian, sekalipun tidak ada hubungan apapun dengan tim tersebut, senegarapun tidak, tapi ada energi heroism mendukung dengan segenap doa. Sebagian lagi sekadar melihaatnya sebagai tontonan belaka, turut meramaikan.
Tapi apapun itu, bola menyatukan kita dalam spirit nasionalisme hingga fanatisme tadi, tak dimungkiri ada yang merayakannya di area judi, pertandingan demi pertandingan dijadikan taruhan sehingga kekalahan tim dukungan juga kerugian baginya.
Kembali ke diri kita, apa tafsir helat akbar piala dunia sepak bola itu. Ragam tafsir tapi disana ada kompetisi secara terbuka, milyaran pasang mata menyorotnya, jadi saksi kehebatan sang bintang atau keterpurukan dan rasa malu atas kekalahan negaranya seperti dialami Messi yang berjuang atas negaranya.
Spirit bola ini menjadi cermin perilaku keseharian kita, dunia kerja yang kita geluti dengan bermacam-macam profesi. Tapi semua butuh kejujuran, ibarat bermain dengan penuh kesatria, tidak ada cela untuk menutupinya.
Setiap pertandingan membuahkan hasil, kalah atau menang. Energi yang dikeluarkan untuk meraih menang atau meraup kekalahan itu sama. Bola penuh perjuangan, jihad dan strategi demi sebuah harga diri, maartabat bangsa dan kebanggaan para pendukung.
Dalam setiap laku kita, perlu menjadikan sepak bola sebagai pembelajaran, betapa kesuksesan diraih karena banyak aspek, entah kerja tim, entah dukungan supporter, semua memainkan peran masing-masing.
Sekiaranya dunia politik menjadikan bola sebagai pelajaran, bermain terbuka, kerja tim, kompak dalam consensus untuk capaian bersama tanpa egoisme personal. Setiap pemain bekerja maksimal dengan segenaap tenaga dan ahli strategi yang dimilikinya dalam mengatur ritme energi dan strategi tadi untuk tujuan besar, menang.
Kemenangan dalam bola bukan personal-individual tapi tim. Sungguh bola menjadi pelajaran penting ihwal sportifitas, sekeras apapun permainan, aturan wasit adalah segalanya, setiap kesalahan, kecurangan diganjar secara tunai tanpa menunda, semua merasa puas tanpa kesan dicurangi. Marilah kita nikmati pila dunia, perhelatan akbar sepak bola dengan cerminan pelajaran untuk kita, bekerja tim, terbuka, sportif, hukum dijalankan hingga keadilan ditegakkan, ada emosi, nasionalisme hingga fanatisme.
Terpenting, Qatar berhasil membangun citra negaranya, negara muslim yang dipuji semua kalangan. Identitas Islam mencolok tapi pastinya Islam yang damai, rahmatan lil alamin. Pelajaran bagi kita semua. (*)
Oleh: Dr. Firdaus Muhammad, MA
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar