"Jadi posisi kita lagi menunggu hasil uji materi dari MA, jadi semuanya kita tidak menggugat dulu lah. Nanti baru kita liat pada posisi dimana, kita juga lagi menunggu instruksi jakarta ini," tambahnya.
Suhardi menjelaskan dalam gugatan tersebut yang menjadi masalah bukan mengenai angka penetapanmya tetapi dari sisi aturan Permenaker no 18 tahun 2022 yang seakan-akan menganulir Peraturan Pemerintah (PP) 36 tahun 2021.
"Masa ada Permenaker no 18 tahun 2022 masih mengganti atau rumusannya itu dari yang sudah dihitung dari PP 36 2021. Kalau PP 36 tahub 2021 unsurnya inflasi daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah. Tapi di Permenaker ini rumusan itu dikalikan dengan indeks tertentu sehingga, angkanya seperti yang naik saat ini 6,9 persen," terangnya.
Sehingga, kata Suhardi, penetapan UMP 2023 Sulsel berdasarkan Permenaker no 18 tahun 2022 memberatkan dari sisi pengusaha karena baru saja terkena dampak dari Pandemi Covid-19, kenaikan BBM.
"Kalau berdasarkan PP 36 2021, kenaikan itu hanya 0,45 persen sekitar begitu, paling sekitar Rp13 ribu. Ada permenaker ini rumusannya diambil oleh gubernur tengah-tenaghnya jadi kenaikan 6,9 persen, ini memberatkan," jelasnya.
Apalagi, kata dia, tidak semua pengusaha dapat menerapkan UMP 2023 tersebut seperti Pelaku UMKM atau pun perusahan-perusahan yang kondisinya masih belum stabil.