MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami inflasi bulanan sebesar 0,25 persen (mtm) pada November 2022. Di mana, pada bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,18 persen (mtm).
Inflasi Sulsel berada di posisi lebih tinggi dibandingkan Nasional dan Sulampua (Sulawesi, Maluku dan Papua) yang masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 0,09 persen dan 0,21persen (mtm). Inflasi tersebut utamanya disebabkan oleh lebih tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan, perumahan dan transportasi.
Secara spasial, dari 5 kota Indeks Harga Konsumen yakni Bulukumba, Makassar, Palopo, Pare-pare, dan Watampone di Sulsel.
Kota Makassar merupakan daerah yang mengalami inflasi bulanan tertinggi sebesar 0,31persen (mtm), sedangkan deflasi bulanan terendah dialami oleh Kota Palopo sebesar -0,19 perseb (mtm).
Secara tahun kalender, Sulsel tercatat mengalami inflasi sebesar 5,03 persen (ytd), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,76persen (ytd). Sementara itu, secara tahunan, Sulsel tercatat mengalami inflasi sebesar 6,00 persen (yoy).
Inflasi bulanan di Sulsel pada November 2022 disumbang oleh Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau sebesar 0,12 persen. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar 0,5 persen dan Kelompok Transportasi dengan andil inflasi sebesar 0,5 persen.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Causa Iman Karana mengatakan kenaikan harga bawang merah, tomat dan ikan layang menjadi penyumbang inflasi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau.
"Inflasi pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau tercatat sebesar 0,40 persen (mtm) utamanya dipengaruhi oleh kenaikan harga bawang merah, tomat, dan ikan layang," ujar Causa Iman Karana, Jumat (2/12).
Sementara itu, kenaikan harga sewa dan kontrak rumah juga turut menyumbang tekanan inflasi khususnya pada Kelompok Perumahan, Peralatan, dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga sehingga mengalami inflasi bulanan sebesar 0,40 persen (mtm).
Serta, Inflasi pada Kelompok Transportasi sebesar 0,28 persen (mtm) utamanya disumbang oleh kenaikan tarif angkutan udara sejalan dengan tren peningkatan permintaan menjelang libur akhir tahun. Sedangkan, di sisi lain inflasi lebih tinggi tertahan oleh deflasi pada Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
Maka dari itu, Causa mengaku jelang Natal dan Tahun Baru, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus menerus menggelar rapat koordinasi pengendalian inflasi di sejumlah kabupaten dan kota di Sulsel.
"Rapat tersebut dalam rangka memperkuat ketersediaan pasokan khususnya komoditas beras," ujarnya.
Apalagi, kata dia, Gubernur Sulawesi Selatan telah mengeluarkan surat edaran pada November 2022, terkait Pengadaan Gabah/Beras untuk Penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
"Sejalan dengan hal tersebut, program pemanfaatan pekarangan rumah tangga serta gerakan tanam cabai di beberapa daerah di Sulsel juga dilakukan untuk menjaga ketersediaan pasokan," terangnya.
Maka dari itu, Causa menyebut Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya intra wilayah Sulsel terus diperkuat sebagai tindaklanjut Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sulsel.
Kedepannya, Bank Indonesia senantiasa bersinergi dengan pemerintah daerah dan stakeholders terkait lainnya melalui TPID dalam rangka menjaga stabilitas inflasi di Sulsel dengan mengacu pada strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif). (Sasa/Raksul/B)