AJI Makassar Kritik RKUHP dan Pelanggar HAM Lewat Panggung Ekspresi

  • Bagikan
Suasana Panggung Ekspresi AJI Makassar. (A/Isak)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar menggelar panggung ekspresi dengan tema Kami Tidak Diam. Tujuan kegiatan ini digelar untuk mengkritik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sebentar lagi akan disahkan oleh pemerintah, sebab dinilai banyak ketentuan atau pasal di dalamnya yang anti demokrasi.

Dalam kegiatan ini sejumlah sejumlah penyintas korban dari kasus-kasus yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan (Sulsel) dihadirkan. Sebab, sampai sekarang masih banyak kasus pelanggaran HAK Asasi Manusia (HAM) yang belum diadili. Salah satunya adalah kasus yang merenggut nyawa Agung Pranata.

Kedua orang tua Agung Pranata hadir memberikan testimoni terkait kasus penganiayaan yang merenggut nyawa anaknya yang diduga dilakukan oleh lima anggota Polsek Ujung Pandang pada tahun 2016 silam.

Ibu Agung Pranata, Mawar (52) menyampaikan kasus anaknya hingga saat ini belum juga tuntas, bahkan kelima polisi yang disebut sebagai pelaku masih berkeliaran dan belum ditahan, padahal mereka telah ditetapkan tersangka sejak 6 tahun lalu.

“Pelakunya ini sudah tersangka selama 6 tahun, sejak 2016. Ini banyak kejanggalan karena kami tidak pernah dilibatkan dalam proses hukumnya, mulai dari perkara hingga persidangan. Sampai saat ini pelakunya belum ditahan,” ucap Mawar saat menyampaikan testimoninya.

Selain itu, ada juga kasus penganiayaan tiga jurnalis yang terjadi di depan Kantor DPRD Sulsel, Makassar pada 24 September 2019. Ketiga jurnalis ini menjadi korban kekerasan aparat polisi saat melakukan peliputan aksi unjuk rasa terkait penolakan kebijakan Undang-Undang KPK.

Ketiga jurnalis yang menjadi korban adalah M. Darwin Fatir dari LKBN Kantor Berita Antara, Isak Pasabuan saat masih bertugas untuk Makassar today.com, dan M Saiful dari inikata.com. Sampai sekarang kasusnya juga belum diadili.

Belum lagi juga ada kasus Dosen UIN Makassar, Ramsiah Tasruddin yang sempat dijadikan tersangka kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 2019.

Ramsiah menjadi tersangka atas laporan yang dilayangkan oleh Nursyamsyiah yang waktu itu diketahui masih menjabat sebagai Wakil Dekan III Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Kota Makassar. Laporan ini dilakukan di Polres Gowa terkait tuduhan pelanggaran Undang-Undang ITE pada Juni 2017.

Ramsiah dilaporkan ke polisi karena mengkritik tindakan mengenai penghentian dan penutupan secara paksa aktivitas siaran radio Syiar di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Alauddin Makassar.

  • Bagikan