MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI melaksanakan kunjungan kerja ke Saudi Arabia guna memperkuat kerjasama ekonomi dan investasi serta hubungan parlemen yang sudah terjalin antar kedua negara.
Anggota Banggar DPR RI, Hamka B Kady mengatakan saat ini Kerajaan Saudi Arabia sedang mempersiapkan Visi 2030 yang akan menjadikan Saudi Arabia sebagai jantungnya Jazirah Arab dan Islam, sekaligus sebagai pusat kekuatan ekonomi kawasan teluk.
"Lahirnya visi 2030 Kerajaan Saudi Arabia tidak bisa dilepaskan dari keinginan negara Saudi Arabia untuk melakukan transformasi ekonomi ke berbagai sektor ekonomi," jelas Hamka dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, melalui keterangan resminya kepada awak media, Kamis (8/12/2022).
Menurut politisi Golkar itu. Sebagai negara yang memiliki sumber pendapatan negara lebih dari 70 persen berasal dari penjualan minyak akan sangat terpukul dengan kondisi saat itu.
Kemewahan sebagai negara petrodolar akan segera berakhir, seiring dengan tidak stabilnya harga minyak internasional.
"Stabilitas harga minyak internasional sangat ditentukan banyak faktor, salah satunya kondisi geo-politik dan keamanan global yang tidak bisa diprediksi," tutur politisi asal Dapil Sulsel I, itu.
Lebih lanjut Hamka memaparkan, saat ini Indonesia memerlukan investasi besar untuk menyelesaikan beberapa Proyek Strategis Nasional yang dirancang hingga tahun 2024.
Banyak kesempatan yang bisa diambil oleh Indonesia dalam membuka kerjasama ekonomi tersebut, selain investasi pada sektor minyak dan gas, juga terdapat sektor-sektor dimana Indonesia memiliki pengalaman yang lebih baik, diataranya pengembangan sektor pariwisata, perhotelan dan industri manufaktur serta perkebunan.
"Indonesia dan Saudi Arabia berpeluang untuk membangun kerjasama strategis dalam menghadapi tantangan ekonomi global itu," ungkapnya.
Melalui kunjungan kerja Banggar DPR RI ke Saudi Arabia, Hamka berharap mampu memperkuat kerjasama ekonomi dan investasi serta hubungan parlemen yang sudah terjalin antar kedua negara sejak lama.
Diantaranya kebijakan reformasi ekonomi yang berpengaruh terhadap kondisi fiskal dan moneter serta kerangka ekonomi makro yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan membuka keran investasi baru dan perdagangan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, khususnya disektor perdagangan (ekspor dan impor), perpajakan, PNBP dan membuka lapangan pekerjaan.
"Kemudian peningkatan kualitas dan efiensi belanja negara kepada sektor-sektor yang produktif, khususnya untuk pembangunan infrastruktur dan belanja produktif lainnya," tuturnya.
Ditambahakan, kebijakan Pemerintah dalam pembiayaan defisit anggaran yang tidak membebankan kepada keuangan negara khususnya terhadap pinjaman atau utang luar negeri.
"Serta peningkatan kepemilikan saham Indonesia di IsDB dan potensi manfaat yang akan diperoleh untuk membiayai proyek strategis nasional," pungkasnya. (Yadi/A)