"Tertutupnya akses tersebut, bisa memunculkan berbagai spekulasi. Misalnya kemungkinan ada parpol yang tidak memenuhi syarat tetapi diloloskan begitu juga sebaliknya memenuhi syarat tetapi tidak diloloskan karena kepentingan tertentu," beber Samsang Syamsir.
JMSS juga menyoroti kinerja jajaran KPU Provinsi Sulsel yang dianggap abai terhadap keterbukaan informasi publik. Dimana Informasi data parpol sangat tertutup dan tidak dapat diakses oleh publik.
Samsang Syamsir menyebut KPUD Sulsel berlindung dibalik alasan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang menjadi tameng bagi KPU Provinsi dalam menjawab pertanyaan publik. Sementara disisi lain mengabaikan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Selain itu, terdapat perbedaan data yang dirilis oleh KPU Kabupaten/Kota yang sudah di tetapkan di rapat pleno dan diumumkan ke publik baik di media sosial maupun di media massa mainstrem yang menyatakan beberapa Partai politik Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Disinyalir perubahan data di tingkat KPU Provinsi Sulawesi selatan mengandung unsur intimidasi dan ancaman pada komisioner Kabupaten/Kota maupun staf yang berwenang pada pendataan.
"Disinyalir adanya upaya Komisioner KPU Provinsi untuk mengubah cara pandang KPU Kabupaten/Kota dengan melihat aspek keadilan bagi parpol non parlemen untuk berkontestasi bersama parpol parlemen. Dimana KPU kabupaten/kota untuk menyetujui cara pandang tersebut sebagai justifikasi perubahan TMS menjadi MS," jelas Syamsir. (*)