Hanya saja, dia melihat ada hal kekeliruan dalam administrasi sehingga pimpinan cepat mengambil keputusan. Padahal kata dia, jika dilihat aturan seharusnya jika kinerja seorang Sekprov tak sesuai harapan maka diberikan kesempatan enam bulan memperbaiki sebelum ada usulan pemberhentian.
"Saya lihat pak Gub sudah sesuai, tapi segi tata cara prosedur ada kesalahan administrasi, maka memerlukan perbaikan. Dasar alasan pemberhentian dilihat kinerja tak sesuai harapan. Harus diberikan kesempatan enam bulan menyelesaikan. Jika tidak, langsung diberikan pemberhentian," tuturnya.
Prof. Ilmar menuturkan, pengusulan penggantian pejabat sekprov oleh Gubernur Sulsel ke pemerintah pusat dinilai sudah tepat. Biasanya, masalah administrasi ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Selaku kepala daerah pejabat pembina kepegawaian, Pak Gub punya hak untuk melakukan proses pengusulan pengangkatan pemberhentian seluruh aparatur sipil negara yang ada di bawahnya termasuk mutasi," jelasnya.
"Tentu Gubernur memiliki kewenangan penuh sebagai user atau pengguna yakni Pejabat Pembina Kepegawaian di Pemprov Sulsel," tambahnya.
Terpisah, Pengamat Pemerintahan Fisipol Unhas, Prof Armin Arsyad menilai kisruh pemberhentian jabatan dalam sebuah pemerintahan merupakan hal biasa. Sebab, hal itu merupakan dinamika dan tentu melewati proses.
"Saya yakin itu pemberhentian itu lah hasil akhir dari sebuah proses sesuai aturan yang berlaku," jelas Prof Armin.
Hal yang paling utama dari seorang birokrat itu diganti atau dimutasi adalah faktor evaluasi. Gunanya evaluasi itu, lanjut prof Armin Arsyad, untuk mengetahui kenerja birokrat yang bersangkutan.
Evaluasi itu juga menunjukkan jika anak buah tidak mampu adaptif dengan pimpinan. Anak buah yang baik adalah anak buah adaptif dengan pimpinannya.
"Kalau anak buah tidak mampu 'adaptif' maka. Harus diganti, itu hal biasa bukan hal luar biasa," pungkas Prof Armin Arsyad. (Yadi/Raksul/B)