MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Salah satu korban investasi bodong Algopacks, Franky Harlindong mengeluhkan laporannya di Polda Sulsel yang sudah setahun tak berjalan. Laporan tersebut diketahui ditangani oleh penyidik Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Sulsel.
Franky membuat laporan polisi atas kasus yang dialaminya sejak 7 Desember 2021 lalu dengan nomo: STTLP/B/432/XII/2021/SPKT/POLDA SULSEL. Laporan tersebut hingga saat ini belum ada kejelasan atau perkembangan dari penyidik yang menanganinya.
Korban yang didampingi kuasa hukumnya, Freya Ariadi menjelaskan, pihaknya tidak mengetahui alasan peyidik sehingga kasus yang dilaporkan tak ada progres. Bahkan, kata dia, beberapa kali mempertanyakan perkembangan laporan kepada penyidik, termasuk tidak adanya penyitaam barang bukti, dan alasan pelaku tidak ditahan padahal sudah berstatus tersangka.
"Atas dasar itulah kami laporkan ke Propam, supaya bagaimana kasus ini bisa berjalan dengan baik dan benar. Kami minta agar ditindak lanjuti," ujar Franky di Polda, Kamis (15/12/2022).
Selain itu, Franky juga menjelaskan laporannya itu sudah setahun lebih namun belum di P-21. Sehingga dirinya mempertanyakan kapan kasus ini masuk ke ruang sidang. Sementara orang atau pelaku yang dilaporkan masih berkeliaran. Bahkan disebut masih membuat aplikasi-aplikasi penipuan yang lain lagi.
"Entah kapan bisa disidangkan. Sementara pelaku ini, masih bebas berkeliaran," ujar dia.
Adapun awal mula korban ikut dalam investasi bodong Algopacks sebab iming-iming dari pelaku begitu menarik. Dimana orang yang berinvestasi dijanjikan bisa mendapatkan penghasilan 300 persen, dalam waktu 3 tahun. Hasil 300 persen itu diberikan perhari, sehingga setiap investor bisa menjadikan investasinya sebagai penghasilan harian atau bulanan sebab bisa dicairkan kapan saja.
Hanya saja, harapan tak sesuai karena baru berjalan 2 sampai 4 bulan aplikasi investasi bodong itu sudah macet.
"Pertama itu dengan alasan maintenance. Tapi, pada akhirnya kelihatannya maintenance ini punya maksud tertentu," ujar Franky.
Tak sampai di situ, pelaku juga disebut mengarahkan para korbannya untuk beralih ke aplikasi yang lain atau aplikasi yang baru. Korban diminta untuk mengaktifkan aplikasi yang baru dan harus deposit lagi sejumlah uang agar akunnya bisa aktif. Termasuk aset yang ada di aplikasi lama diminta untuk pindahkan.
"Sebagian member melakukan dan mengikuti arahannya. Tapi, sebenarnya tanpa kita sadari bahwa kontrak yang ada di aplikasi pertama itu, sudah sama sekali diabaikan," jelasnya.
Berjalan beberapa bulan, rupanya hal yang sama kembali dilakukan oleh pelaku atau terlapor. Dia membuat pola yang sama yaitu membuat aplikasi yang baru kemudian mengarahkan membernya untuk pindah. Aplikasi baru itu diberi nama Smartklik dan Kointrack.
Atas kelihaian pelaku, korban pun disebut mengalami kerugian kurang lebih Rp 200 juta. Namun jika ditotal seluruh korban yang tersebar di Indonesia, nilainya mencapai Rp 10 miliar.
"Jadi itu ada lagi aplikasi yang lain. Jadi investasi ini misalnya 1.000 Dollar, itupun dia punya kurs dollar itu Rp 16 ribu, itupun kalau dibeli. Jadi, Rp 16 ribu kemudian dari 1.000 dollar itu dalam 3 tahun menjadi 3.000 Dollar. Setiap hari, setiap detik, dia terus menghasilkan dari 1.000 Dollar itu. Kalau saya pribadi, kerugian sekitar 200 juta," pungkasnya.
Menindak lanjuti laporan tersebut, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel, AKBP Ridwan Hutagaol mengatakan, berkas perkaranya sudah tahap satu. Namun, belum lama ini dikembalikan oleh kejaksaan karena belum lengkap.
"Jadi untuk perkara itu, berkas perkara sudah kita sudah tahap satukan. Baru 3 hari kemarin, kita mendapat P-19, di mana harus kita lengkapi," singkatnya. (Isak Pasa'buan/Rakyatsulsel/B)