MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kasus dugaan korupsi berupa suap untuk pengurusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Jalan R.A Kartini, Makassar, Selasa (27/12).
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan ini dipimpin langsung oleh Hakim Ketua, Muh Yusuf Karim dengan mendudukkan empat terdakwa dalam kasus ini masing-masing Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku Pemeriksa pada BPK perwakilan Sulsel, Andi Sonny (AS) selaku Kepala perwakilan BPK Sulteng sebelumnya menjabat Kasubauditorat Sulsel I BPK Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Sulsel, dan Gilang Gumilar (GG) selaku Pemeriksa BPK Perwakilan Sulsel. Keempat terdakwa mengikuti sidang secara virtual.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M. Asri Irwan menyebut keempat terdakwa didakwa dengan pasal pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Dalam surat dakwaan substansinya adalah suap secara umum Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor (tindak pidana korupsi)," kata Asri usai sidang.
Keempat terdakwa juga disebut bahwa sebelumnya adalah auditor BPK wilayah Sulsel tapi menerima suap dari terpidana Edy Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel.
Selain itu, turut dijelaskan kasus suap terhadap empat pegawai BPK perwakilan Sulsel ini merupakan hasil pengembangan kasus suap yang menjerat mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (NA). Dari pengembangan perkara itulah terungkap fakta baru bahwa terpidana Edy Rahmat pernah memberikan uang sebesar Rp2,9 miliar kepada auditor BPK RI perwakilan Sulsel.
"Jadi case (kasus) pertama itu di perkara Nurdin Abdullah kemudian disebut Edy Rahmat memberi (suap) kepada auditor BPK, itu kemudian dikembangkan oleh KPK menjadi case ini," tukasnya.
Oknum pegawai tersebut diduga menerima suap dari mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat sebesar Rp2,917 miliar. Uang tersebut dikumpulkan Edy Rahmat dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel untuk mengondisikan temuan kerugian negara atas pekerjaan proyek di Dinas PUTR.