MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulsel telah memutuskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel tidak melakukan dugaan pelanggaran administrasi verifikasi faktual terhadap partai politik (parpol).
Hal tersebut diputuskan dalam sidang terbuka dugaan pelanggaran administratif KPU Sulsel pada penyelenggaraan hasil rekapitulasi verifikasi faktual perbaikan di Ruang Sidang Bawaslu Sulsel, Jumat (6/1/2023).
"Memutuskan, menyatakan terlapor (KPU) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tata cara penyelenggaran Pemilihan Umum (Pemilu)," tegas Ketua Bawaslu Sulsel, Laode Arumahi.
Dirinya pun menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan mengambil kesimpulan terlapor KPU Sulsel pada pleno rekapitulasi verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan keanggotaan partai politik calon peserta pemilu telah dilaksanakan sesuai tata cara prosedur atau mekanisme sebagaimana diatur dalam ketentuan PKPU Nomor 4 tahun 2022.
Usai persidangan, Laode menyebutkan, Bawaslu itu posisinya netral diantara pelapor dan terlapor.
"Semua laporan, jawaban, kesimpulan dari masing-masing pihak kita lakukan analisa menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan," ujarnya.
"Di situ paling dominan dipersoalkan PKPU nomor 8. ternyata ada PKPU yang mengatur tentang tata cara rekapitulasi di PKPU 4. dan itu tidak ditegaskan. Disitu hanya mengatur bahwa peserta parpol peserta pemilu, KPU dengan Bawaslu," jelas Laode.
Sementara itu, Kuasa hukum Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu, Abd Kadir Wokanubun sangat menyesalkan keputusan Bawaslu Sulsel yang memutuskan jika KPU Sulsel tidak melakukan pelanggaran administrasi.
"Kami akan menempuh hak koreksi. Sebenarnya hal ini adalah hal yang paradoks menurut kami. Di mana pertimbangan yang disampaikan tadi oleh majelis bahwa soal tentang undangan menghadiri pleno, itu kemudian dijadikan sebagai data," bebernya.
"Sementara faktanya, berdasarkan PKPU 4 tentang verfak, di situ harus dihadiri oleh masyarakat umum. Tapi toh itu diabaikan oleh majelis," sambung Abd Kadir.
Dirinya pun menyesalkan bahwa berdasarkan bukti yang ada, sementara di pertimbangannya, tidak ada satupun juga bukti dari pelapor yang dipakai sebagai dasar untuk memutuskan perkara tersebut
"Sebagaimana disaksikan, kami meminta untuk menghadirkan pihak terkait sebagaimana amanah di perbawaslu. Tapi itu toh kemudian ditolak oleh bawaslu. Kami berasumsi bahwa Bawaslu dalam konteks ini, sejak awal tidak berpihak pada kebenaran yang diajukan oleh pelapor," paparnya.
Ia juga menyatakan, sebagai kuasa hukum pelapor OMS, pihaknya akan menempuh upaya hak koreksi berdasar perbawaslu 8 tahun 2019.
"Olehnya, dalam jangka tiga hari kedepan kami akan memasukkan hak koreksi sejauh mana ada kekeliruan dalam putusan tersebut," imbuh Abd Kadir. (Fahrullah/B)