MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pada penghujung tahun 2022 dan awal tahun 2023, sejumlah daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) terdampak bencana alam, baik banjir maupun tanah longsor. Dari beberapa daerah, Kota Makassar salah satu daerah yang terdampak banjir.
Pengamat Lingkungan Hidup Unhas, Prof Anwar Daud mengatakan, salah satu faktor terjadinya banjir khususnya di Kota Makassar dikarenakan penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masih kurang. Pembangunan yang tak disertasi konsep matang termasuk salah satu penyebab bajir.
"Pembangunan tidak terkendali, tidak mengikuti RTRW," sebut Anwar saat dimintai tanggapan terkait penyebab bajir di Makassar.
Menurutnya, pembangunan perumahan yang mulai marak menimbulkan aliran air serta resapan air semakin berkurang. Dimana dulunya aliran-aliran air kini dibangun beton sebagai pondasi, dan hal itu akan memicu terjadinya perlambatan atau penghambat air untuk mengalir sehingga terjadi genangan.
Selain itu, perilaku masyarakat juga dinilai salah satu faktor terjadinya banjir. Sampah yang harusnya dibuang pada tempatnya malah dibuang ke selokan sehingga menghambat laju air. Ditambah lagi, pembangunan drainase yang tidak baik.
"Jadi masalah lingkungan atau bajir ini banyak faktornya. Misalkan pembangunan (perumahan) itu juga menghambat aliran air, tadinya aliran air, bukan sungai tapi saluran air, tapi karena ada pembagunan di situ maka air tidak bisa lagi lewat. Itu juga termasuk penyebab bajir terutama di Kota Makassar, pembangunan semrawut, sampah dibuang di sembarang tempat itu biasa menyumbat drainase," jelasnya.
"Pembangunan drainase juga tidak ada yang bagus, sempit dan di atas (tidak dalam). Kalau di negara maju, itu jarang terdengar banjir karena drainasenya kurang lebih 4 meter di bawa permukaan tanah," terangnya.
Sementara untuk tanah longsor sendiri yang bahkan menelan korban jiwa jga disebut tak terlepas dari pengawasan RTRW yang kurang. Dimana masyarakat begitu muda membangun di wilayah-wilayah yang rawan longsor, seperti di pinggiran tebing maupun di dekat aliran sungai.
Prof Anwar juga menjelaskan, bencana alam sendiri terjadi akibat dari krisis iklim yang tejadi secara global. Sehingga bencana alam seperti banjir, tanah longsor, angin kencang, termasuk gempa bumi terjadi.
"Mengenai bencana alam memang sekarang parah ahli memprediksi akan terjadi banjir, longsor, dan angin kencang, itu akibat perubahan iklim," terangnya.
Adanya perubahan iklim diklaim tak lepas dari perilaku manusia sendiri, dimana maraknya pembagunan industri yang merusak hutan serta menambah pencemaran udara.
Khusus di Indonesia sendiri, beberapa wilayah yang dulunya masih asri dengan hutan yang begitu luas kini semakin berkurang. Bahkan di Indonesia saat ini hanya Papua yang bisa disebut daerah yang memiliki hutan.
"Di Indonesia sendiri hutannya hampir habis, tinggal di Papua, kalau Kalimantan bisa dikata sisa 20 persen apalagi di Sulsel itu bukan lagi hutan primer, tinggal hutan reboisasi. Nah itu semua yang menjadi akar masalah perubahan iklim. Hal ini susah diatasi jika perusahaan terus dibiarkan dan tidak dikurangi, utamanya pengguna batubara dan gas karena itu ditambang dan diproduksi dari dalam perut bumi," terangnya. (isak/B)