"Proses ini setidaknya harus tetap berlangsung demi menjaga marwah demokrasi yang kridibel. Amerika saja butuh 100 usia kemerdekaannya utk membangun demokrasi," katanya.
Lanjut dia, sehingga bagi indonesia demokrasi adalah jalan terbaik utk.memperbaiki tata kelolah perpolitikan nasional.
"Kita tak perlu mundur ke belakang demgan cara membongkar ulang demokrasi egaliterenjadi demokrasi kronisme," tuturnya.
Dia menambahkan, apakah demokrasi adalah titik akhir dari perkembangan politik?, jangan-jangan bukan demokrasi yang sekarat dan mati.
"Justru kita hanya berada pada situasi dimana penyakit kita yang benar pada pasien yang salah," pungkasnya.
Sedangkan, pengmat politik Unibos Arief Wicaksono memberikan pandangan normatif. Menurutnya, pemilihan umum dengan sistem proporsional terbuka memberikan hak penuh kepada rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen.
"Sayankira sudah tepat jika KPU dan Bawaslu serta lembaga terkait menyepakati sistem terbuka. Dengan sistem ini, rakyat memiliki hak penuh dalam memilih orang yang akan mewakilinya," katanya.
Dia menjelaskan sistem pemilu proporsional terbuka adalah sistem pemilu yang menempatkan partai politik dapat mengajukan calon anggota legislatif dari daftar calon yang tidak dibatasi.
Lanjut dia, dalam sistem ini, pemilih dapat memilih calon anggota legislatif yang diusulkan oleh partai politik yang diinginkan, bukan hanya calon yang ditentukan oleh partai tersebut.
Sedangkan sistem pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilu yang membuat pemilih hanya dapat memilih partai politik, bukan calon anggota legislatif (caleg) individu.
"Tentu secara spesifik, kelebihan pemilu dengan sistem proporsional terbuka, yakni memungkinkan pemilih untuk memilih calon yang diusulkan oleh partai politik yang diinginkan sehingga pemilih dapat menentukan siapa yang akan mewakili mereka di legislatif," tuturnya.
Juga sistem terbuka memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon legislatif tanpa terikat pada posisi tertentu dalam partai politik.
Pada sisi lain, kata dia, sistem ini juga memberikan kesempatan yang lebih besar bagi calon independen. Sebetulnya ini problemnya terputar seperti lingkaran setan, di satu sisi proporsional terbuka sangat baik untuk caleg supaya bisa dikenal publik.
Tapi di sisi lain partai juga butuh ajang kaderisasi yang selama ini mereka tidak bisa laksanakan, banyak orang bilang partai politik itu miskin kader karena tidak ada yang matang di dalam.
"Hampir semua partai politik itu mencari figur dengan potensi suara terbanyak kemudian dimasukkan ke partainya, tidak dari awal mereka berproses dengan partai politik masing - masing," pungkasnya. (Suryadi/B)