Kejati Sulsel Didesak Seret Camat dan Eks Camat di Makassar

  • Bagikan
Direktur Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus), Muhammad Ansar

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kejaksaan Tinggi Sulsel didesak menetapkan 27 camat yang terlibat dalam korupsi honorarium tunjangan operasional Satpol PP Makassar sebagai tersangka. Pengembalian kerugian negara sebesar Rp3,5 miliar menandakan keterlibatan mereka dalam kasus tersebut makin terang benderang.

Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus), Muh Ansar mengatakan pada pasal 4 Undang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Hal ini sering sekali disampaikan oleh penyidik Kejati Sulsel, namun aksinya tidak dilakukan.

Adanya penyembalian yang dilakukan 27 camat yang menjabat saat itu bisa diartikan sebagai pengakuan dosa. Hal tersebut ditandai dengan pengembalian uang yang mereka terima.

"Jadi apa lagi yang ditunggu. Otaknya telah ditangkap dan dijadikan tersangka dan akan disidangkan. Lantas yang turut membantu dan menikmati bagaimana? Masa cukup pengembalian saja, itu tidak adil," kata Ansar, Jumat 13 Januari 2023.

Hal serupa juga diutarakan Ketua Lembaga Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (Pukat) Sulsel, Farid Mamma. Dia menuturkan pengembalian uang ke negara itu sudah lebih dari cukup membuktikan mereka itu melakukan tindak pidana korupsi. 27 camat yang melakukan pengembalian sudah memenuhi unsur pidana.

Lantas yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah kenapa tidak ditetapkan tersangka. Bukanya peran mereka dengan sama dengan dua mantan Kasatpol PP Makassar Iman Hud dan Muh Iqbal Asnan, serat mantan Kasi Operasional Satpol PP Makassar, Abdul Rahim.

"Mereka itu (27 camat) juga harus ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Tidak adil dengan tersangka lain yang telah ditahan, kan sama ji semua," akunya.

Farid juga menambahkan Kejati Sulsel seharusnya juga menjerat camat yang melakukan pengembalian uang. Hal tersebut menandakan mereka mengakui bahwa telah menerima uang kotor tersebut.

"Hal ini diatur dalam pada pasal 55 KUHP ada yang menyuruh dan disuruh namun juga dimungkinkan pembantuan dalam pasal 56 KUHP. Pada pasal 2 dan 3 UU tipikor dijelaskan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ungkapnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version