JAKARTA, RAKYATSULSEL - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup oleh Jaksa penuntut umum (JPU).
Ferdy Sambo dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya yaitu Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (17/1/2023), Ferdy Sambo tampak hadir menggunakan baju berwarna putih. Sepanjang sidang yang dipantau melalui kanal Youtube PN Jaksel, terdakwa Ferdy Sambo tampak serius dan tanpa ekspresi mendengar tuntutan yang dibacakan JPU. Fredy Sambo juga nampak fokuskan pandangannya tertuju ke bawah sambil mencatat.
Jaksa menilai, pembunuhan terhadap Yosua atau Brigadir J dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan empat terdakwa lain, yakni Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.
Sehingga jaksa berkesimpulan terdakwa terbukti melanggar melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ferdy Sambo juga diyakini melanggar pasal 49 juncto pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup," ujar jaksa dalam sidang.
Mantan polisi berpangkat inspektur jenderal (irjen) itu disebut jaksa terbukti dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain sebagaimana dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Yang mana bunyi pasal 340 yaitu 'Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.'
Selain itu, Ferdy Sambo juga juga dinilai terbukti melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan kematian Brigadir J. Seperti dalam dakwah sebelumnya disebutkan bawah Bharada E menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Pembunuhan dengan menggunakan senjata api itu diduga terjadi atas adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J.
Mendengar hal itu, Ferdy Sambo disebut marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 lalu.
Kembali ke sidang, saat jaksa selesai membacakan tuntutannya, hakim kemudian mempersilakan Fredy Sambo berkonsultasi dengan penasihat hukumnya yang juga berada di dalam ruang sidang. Setelah berkonsultasi, Fredy Sambo kemudian kembali duduk dan menyampaikan hasil perbincangannya.
Melalui kuasa hukum Fredy Sambo, tuntutan Jaksa Penuntut Umum pun dijawab. "Kami minta diberikan waktu untuk menyampaikan pledoi pribadi dari terdakwa maupun pledoi dari penasihat hukum," ucap pengacara Fredy Sambo, Arman Hanis.
Hakim kemudian mengabulkan permintaan penasihat hukum dan memberikan waktu satu minggu untuk pembacaan pledoi atau nota pembelaan. Sidang pun ditutup. Ferdy Sambo meninggalkan ruangan dengan pengawalan ketat tanpa meninggalkan sepatah kata pun. (isak/B)