Menurutnya, meskipun proses Pileg dan Pilkada berbeda, tetapi pada prinsipnya figur yang memiliki elektoral bagus di masyarakat itu sama saja.
Apalagi, lanjutya, jarak Pileg dan Pilkada hanya sembilan bulan. Sehingga dalam rentan waktu tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kerja - kerja tim di Pileg dan mengukur kekuatan. Serta menjadikan barometer hasil Pileg untuk menatap Pilkada.
"Jadi ada tiga potensi yang muncul di situ, pertama menambah suara partai, kedua melihat tingkat elektoral, ketiga melihat efesiensi dan efektivitas kerja tim yang mereka bangun. Tidak ada ruginya bagi teman - teman yang memiliki potensi lebih. Khususnya dari sisi finansial," urainya.
Melihat ini, Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menilai figur anggota legislatif di DPRD Sulsel tergolong cukup potensial sebagai calon kepala daerah.
Apalagi, Nursandy menilai, anggota legislatif punya pola interaksi yang cukup intens dengan basis konstituennya. Sehingga agenda temu konstituen mempermudah dalam membangun hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat.
"Modal itu yang bisa dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan ke masyarakat," katanya.
Namun diungkapkan Nursandy, Pilkada dan Pileg otomatis berbeda. Perlu mempertimbangkan banyak hal, mulai kompetensi hingga finansial.
"Pilkada berbeda dengan Pileg, tak sekedar motivasi naik kelas saja. Perlu mempertimbangkan banyak hal. Misalnya kompetensi, mental bertarung dan sumber daya ekonomi," imbuhnya. (Suryadi/B)