MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pengamat politik dari Universitas Bosowa Makassar, Arief Wicaksono berpandangan bahwa waktu 75 hari kampanye membuat calon dan partai akan bekerja keras. Bukan hanya menghemat waktu melainkan akan maraton ke sejumlah titik lokasi yang telah ditentukan.
"Karena kantong-kantong suara di kecamatan atau kelurahan harus didatangi untuk temui warga. Apalagi kalau calon gubernur atau capres. Pasti butuh waktu dan tidak cukup 75 hari untuk keliling," ujar Arief, Rabu (18/1/2023).
Menurut dia, butuh waktu yang panjang untuk kampanye, mengingat pelaksanaan Pemilu 2024 dilaksanakan serentak antara pemilihan presiden dan calon anggota legislatif, baik DPR, DPD, ditambah DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
"Tentu saja, durasi yang sempit akan menutup ruang dialog bagi para kandidat dan pemilih sehingga banyak lokasi tak bisa dijangkau oleh calon," tuturnya.
Dia pesimistis waktu 75 hari itu memungkinkan calon presiden dan wakil presiden mendialogkan gagasannya dari Sabang sampai Merauke. Ditambahkan, KPU, Bawaslu dan DPRD serta pemerintah selaku pemangku kepentingan harus memastikan pelaksanaan pemilu dapat diatasi dengan skema waktu yang panjang dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.
"Selain itu, dibutuhkan rasionalisasi yang ideal dalam membuka ruang kampanye dalam tahapan Pemilu 2024," ujar Arief.
Adapun, Manager Strategi dan Operasional Lembaga Survei Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam mengatakan, masa kampanye yang terhitung kurang dari tiga bulan perlu direspons dengan strategi dan program yang efektif oleh partai-partai baru. Salah satunya, menata komposisi caleg yang kompetitif agar bisa memperoleh suara yang signifikan.
"Fase ini memang bukan perkara mudah, tapi menjadi keharusan bagi partai baru untuk menjaga harapan elektoral," kata Nursandy.
Dia menilai, masa kampanye dengan durasi singkat akan membuat calon dan partai mau tak mau harus bekerja keras. Melalui pendalaman visi dan misi serta dialog yang interaktir antara pemilih dan calon kandidat yang ruangnya hanya dimungkinkan tersedia dalam tahapan kampanye.
"Seharusnya durasi kampanye diberikan porsi waktu yang banyak dalam pelaksanaan pemilu supaya publik mengenal calon dan visi misi mereka," ujar Nursandy.
Dalam perspektif pemilih, setidaknya masa kampanye adalah masa yang paling membuka ruang bagi pemilih untuk mengenal, mencerna, serta mengkritisi gagasan para kandidat melalui visi dan misi yang dibangun sebelum kemudian menetapkan pilihannya.
"Jika ada calon pendatang baru, apalagi maju pilkada, butuh proses mengenal dan mempelajari visi-misi para calon kandidat tidak cukup," jelasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Sulsel, Faisal Amir mengatakan hingga saat ini belum ada PKPU terbaru soal masa kampanye. Dengan begitu, kata dia, masih menunggu aturan dari KPU RI.
"PKPU terbaru belum ada, tapi tahapan harus tetap berjalan," ujar Faisal.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu mengatur waktu tahapan untuk kampanye. Dalam Perppu, masa kampanye tetap 75 hari sesuai UU Pemilu. Namun ada penambahan waktu untuk persiapan distribusi logistik.
"Dari KPU belum ada PKPU. Pemerintah dan DPR menyampaikan masa kampanye ini guna proses Pemilu 2024 menjadi lebih murah, namun tetap efektif sehingga ada pertimbangan untuk memangkas masa kampanye," ujar Faisal.
Ketua Partai Perindo Sulsel, Sanusi Ramadhan menyatakan, tidak mempermasalahkan masa kampanye yang hanya 75 hari. Menurut dia, waktu sesingkat itu akan bermanfaat bagi calon dan partai yang mempergunakan dengan baik untuk mendekati pemilih.
"Saya kira tidak masalah dan ini menuntut partai dan bacaleg untuk benar-benar memanfaatkan waktu yang tersedia," ujar Sanusi.
Meski begitu, Sanusi tetap menilai 75 bukanlah waktu yang panjang. Dia menambahkan, ke depan ada berbagai macam hal perlu dilakukan dari parpol dan juga caleg untuk bersosialisasi ke masyarakat. (Suryadi/B)