Tangkal ‘Tumbal’ di Pemilu 2024

  • Bagikan
karikatur/rambo

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Beban kerja pada Pemilihan Umum 2024 akan dirasakan sangat tinggi oleh penyelenggara di tingkat badan ad hoc. Bagaimana langkah KPU agar peristiwa pada Pemilu 2019 yakni meninggalnya ratusan petugas, tidak terulang pada 2024?

Momentum rekrutmen panitia pemungutan suara (PPS) saat ini, patut menjadi perhatian Komisi Pemilihan Umum (KPU). Animo masyarakat sangat besar untuk menjadi salah satu dari tiga anggota PPS di tingkat desa dan kelurahan.

Pada Pemilu 2019, ratusan anggota badan ad hoc -Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), PPS, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)- di seluruh Indonesia meninggal dunia diduga akibat kelelahan setelah bertugas maraton di hari pencoblosan. Total ada 894 petugas yang menjadi 'tumbal' dan 5.175 petugas menderita sakit.

Ketua KPU Sulawesi Selatan, Faisal Amir mengatakan, proses rekrutmen badan ad hoc berbeda saat Pemilu 2019. Rekrutmen kali ini, lebih diperketat dalam persyaratan pendaftaran.

"Utamanya mengenai usia calon anggota badan ad hoc. Batas usia maksimal 55 tahun dan tidak menderita penyakit komorbit," ujar Faisal, Kamis (19/1/2023).

Selain itu, kata Faisal, proses rekapitulasi penghitungan suara juga akan berbeda dengan Pemilu 2019. Dia mengatakan, saat ini KPU tengah merancang agar rekapitulasi suara dilakukan dengan memanfaatkan digitalisasi.

"Kami berharap nanti digunakan e-rekap, tidak manual lagi seperti 2019. Cuma sejauh ini belum ada keputusan dari KPU Pusat," ujar Faisal.

Proses perhitungan menggunakan e-rekap akan mengurangi beban kerja petugas ad hoc. Apalagi lima jenis kertas yang digunakan dalam penghitungan, butuh kerja ekstra dari petugas lapangan untuk dieksekusi. Menurut Faisal, apabila menggunakan e-rekap, maka pekerjaan lebih sederhana dan memudahkan petugas.

Dia menambahkan, hal lain yang diperhatiakan dalam rekrut PPK, PPS dan KPPS mengenai honorarium anggota badan ad hoc. Faisal mengatakan, honorarium sudah diputuskan ada kenaikan.

Ketua KPU Kota Makassar Farid Wajdi pada Pemilu 2019, KPU belum membatasi usia maksimal calon petugas ad hoc. Menurutnya, hal itu menjadi salah satu faktor kematian ratusan petugas KPPS.

"Dalam peraturan tersebut, KPU, pada waktu itu, hanya mengatur batas minimal syarat menjadi anggota KPPS, paling rendah berusia 17 tahun. Hal ini tertuang dalam Pasal 36 ayat 1 huruf b PKPU Nomor 36 Tahun 2018," ujar Farid.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto mengatakan perekrutan badan ad hoc harus memperhatikan kesehatan dan mampu bekerja dengan baik. Menurut dia, seluruh petugas harus dipastikan sehat jasmani dan rohani.

Selain itu, KPU diminta untuk menyiapkan asuransi kesehatan kepada petugas badan ad hoc karena tidak semua orang mengetahui kapan orang sakit dan sehat. "Harus ada juga perlindungan kesehatan," ujar Andi Ali.

Andi Ali mengatakan, KPU harus mengatur manajerial pekerjaan bagi petugas ad hoc. Menurut dia, bila proses perencanaan pekerjaan tertata dengan baik, maka musibah pada 2019 bisa diminimalisasi.

Andi Ali sepakat bila proses penghitungan dan rekapitulasi suara tidak dilakukan secara manual lagi. Dia mengatakan, kemajuan teknologi saat ini bisa dimanfaatkan untuk membantu kerja-kerja petugas di lapangan.

"KPU harus punuya inovasi dalam hal penghitungan dan rekapitulasi suara. Dengan teknologi, semuanya bisa dengan mudah dilakukan," ujar dia.

Pemilu sebelumnya kata dia, penyelenggara yang ada ditingkat paling bawah selalu melakukan perhitungan berulang-ulang dan itu membuat mereka kelelahan.

"Jadi KPU harus memiliki inovasi perhitungan yang sederhana dan tidak memakan waktu bekerja lebih banyak," kata Andi Ali.

Mantan Caleg Dicoret

Sementara itu, KPU Kabupaten Pangkep mencoret salah seorang calon PPS karena diketahui pernah mencadi calon anggota legislatif pada 2019.

"Sebelum tes wawancara kami, deteksi satu calon yang pernah jadi caleg," kata anggota KPU Pangkep, Saiful Mujib.

Saiful mengatakan, yang bersangkutan diketahui penah jadi caleg berkat tanggapan dari masyarakat sehingga pihaknya langsung melakukan klarifikasi.

"Ketahuan setelah pelaksanaan CAT. Di Sipol tidak terdeteksi sebagai anggota partai. Tapi, karena tanggapan masyarakat, kami lakukan klarifikasi dan dia mengaku pernah terdaftar jadi caleg," imbuh Saiful.

Saiful mengatakan, Pemilu 2024 adalah pemilu serentak yang membutuhkan orang-orang yang siap untuk mengelola dan mengawasi prosesnya. Itu sebabnya, kata dia, pihaknya berkomitmen untuk memilih anggota badan ad hoc yang mampu mengawal berlangsung pesta demokrasi tersebut.

"Karena mereka akan menjadi penentu kesuksesan pemilu, minimal di lingkup desa dan kelurahan," kata Saiful.

Adapun KPU Kepulauan Selayar belum menerima tanggapan masyarakat mengenai 591 calon anggota PPS.
Anggota KPU Selayar, Andi Nastuti mengatakan tanggapan masyarakat sangat penting sehingga pihaknya akan membuka sebelum dilakukan pleno penetapan PPS yang rencananya akan berlangsung pada 23 Januari.

Dalam dua hari tes wawancara terhadap 591 calon PPS tersebut, pihaknya terus menggali wawasan peserta mengenai pemilu hingga rekam jejak
"Sampai saat ini belum ada ditemukan calon PPS yang merupakan tim sukses salah satu partai politik," ucapnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version