Keluarga dan Rekan Mahasiswa yang Tewas Saat Diksar Mapala 09 Unhas Minta Keadilan

  • Bagikan
Foto : Isak/RakyatSulsel

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Keluarga dan rekan almarhum Virendy Marjefy Wehantouw (19) gelar aksi bakar 1000 lilin dan doa bersama di depan kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan.

Kegiatan ini merupakan buntut dari tewasnya Virendy saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) 09 Unhas di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

Virendy dikabarkan meninggal dunia pada Jumat (13/1/2023), sekitar Pukul 18.23 Wita. Dimana saat itu korban sebagai peserta Diksar Mapala 09 Unhas bersama dengan 9 orang temannya, namun dalam perjalanan Virendy disebut tiba-tiba tidak enak badan hingga meninggal dunia.

Ayah Virendy yang juga ikut dalam pelaksanaan aksi 1000 lilin dan doa bersama menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan inisiatif dari rekan atau teman sekampus almarhum.

"Ini insiatif mahasiswa gabungan dari berbagai fakultas di Unhas dan turut dihadiri Ketua BEM Unhas yang pada kesempatan tersebut tampil memberikan sambutan dan pernyataan sikap mendukung aksi solidaritas mahasiswa yang bersimpati kepada Virendy untuk terus berjuang menuntut keadilan dan pengungkapan kasus ini sampai tuntas," kata James, Sabtu (21/1/2023).

James juga menyampaikan dalam kasus ini pihaknya menuntut kepolisian dalam hal ini Polres Maros untuk betul-betul serius dalam menangani kasus anaknya.

Diapun menegaskan dirinya akan mengalihkan laporannya ke Polda Sulsel jika laporannya di Polres Maros tidak ditangani dengan semaksimal mungkin.

"Kami harapkan pihak kepolisian maupun pihak kampus benar-benar serius menangani kasus ini. Kami harapkan Polres Maros supaya benar-benar serius menangani ini kalau tidak bisa terpaksa kami alihkan ke Polda Sulsel," tegasnya.

Lanjut, James juga menyampaikan sampai saat ini pihak Kampus Unhas Makassar belum pernah mendatangi dan menemui pihak keluarga Virendy.

"Dari pihak kampus terus terang sampai detik ini belum pernah datang menemui pihak keluarga, maupun dari pihak fakultas maupun dari pihak panitia yang pernah datang hanya pengurus mapala saja," bebernya.

Dalam kasus inipun, James menilai ada indikasi cuci tangan dari pihak kampus Unhas Makassar. Dimana pada saat di Rumah Sakit (RS) Grestelina Makassar, tempat korban dibawa pertama kali oleh panitia Diksar disampaikan bahwa pihaknya lah yang memberikan izin kegiatan, namun belakangan dianulir bahwa kegiatan tersebut dilakukan di luar kampus.

"Kalau dibilang cuci tangan dari awal waktu masih di RS pertama dekan bilang, dia yang lepas tapi ketika di wawancara oleh media dia bilang kegiatan inikan di luar kampus bukan tanggung jawab pihak Universitas, akhirnya situasi memanas," kuncinya. (Isak/B)

  • Bagikan