MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Isu perpanjangan masa jabatan Kepala Desa (Kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun kian hangat dibicarakan.
Para kepala desa mendesak pemerintah dan DPRD untuk merevisi kembali undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, khususnya pada pasal 39 yang mengatur masa jabatannya.
Adanya isu perpanjangan masa jabatan Kades inipun ikut menarik perhatian sejumlah kalangan, termasuk para aktivis dari penggiat anti korupsi, salah satunya Anti Corruption Commite (ACC) Sulawesi.
ACC Sulawesi menilai, rencana perpanjang masa jabatan Kades merupakan suatu kemunduran demokrasi di Indonesia, khususnya di wilayah desa. Perpanjangan masa jabatan Kades dipastikan akan menghambat regenerasi selanjutnya yang diharapkan dapat membangun desa yang lebih inovasi dan maksimal.
"Rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa ini merupakan suatu kemunduran demokrasi di Indonesia, di tengah upaya kita memperbaiki demokrasi," kata Wakil Ketua Internal ACC Sulawesi, Anggareksa PS, Jumat (27/1/2023).
Angga juga menyampaikan, perpanjangan masa jabatan Kades perlu dikaji lebih dalam lagi sebab sarat akan kepentingan. Mulai dari potensi lahirnya dinasti-dinasti kekuasaan pada tingkat desa hingga berpotensi melanggengkan korupsi di tingkatan desa. "Masa jabatan yang terlalu lama ini dapat melahirkan kesewenang-wenangan dan korupsi," ujarnya.
Korupsi khusus pada tingkatan Desa disebut makin meningkat seiring dengan alokasi dana desa yang berjumlah raksasa. Dimana sejak tahun 2015 sampai tahun 2021 ada sekitar Rp 400 triliun dana desa yang digelontorkan untuk keperluan pembangunan desa.
Namun pada faktanya pembangunan di desa saat ini masih sangat lambat, jumlah desa tertinggal masih jauh lebih banyak dibanding desa yang mandiri. Catatan Kades yang terjerat kasus korupsi akan dana desa pun terus meningkat. Hal ini dianggap suatu tanda akan potensi korupsi pada tingkatkan desa tidak bisa dianggap remeh.
"Ini harus disikapi secara serius karena potensi korupsi makin marak, khususnya pada tingkat Desa akan semakin meningkat. 6 tahun saja menjabat sudah banyak jadi tersangka atau terdakwa kasus korupsi, bagaimana kalau 9 tahun menjabat?," sebut Angga.
Dalam catatan ACC Sulawesi beberapa tahun terakhir di Sulawesi Selatan (Sulsel) dijelaskan ada puluh Kades yang duduk di meja hijau atas kasus korupsi yang menjeratnya. Pada tahun 2019 korupsi di sektor dana desa ada 27 perkara.
Lalu pada tahun 2020, korupsi dana desa 19 perkara dan di tahun 2021 tercatat perkara korupsi di sektor dana desa menempati posisi teratas yakni mencapai 30 perkara dengan jumlah aktor Kades yang menjadi terdakwa 17 orang, termasuk perangkat desa 13 orang.
"Untuk tahun 2022, dalam catatan ACC Sulawesi ada sekitar 15 Kepala Desa yang terjerat kasu korupsi," ucapnya.
Adapun modus korupsi rata-rata pada anggaran dana desa ini, seperti mark up atau membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, ada kepentingan pribadi, tidak sesuai rencana anggaran belanja dan membuat laporan fiktif.
Belum adanya mekanisme pencegahan korupsi yang efektif di level desa disebut menjadi faktor banyaknya dana desa disalah gunakan. Hal ini yang dianggap Angga perlu menjadi fokus pemerintah, bukan pada persoalan perpanjangan masa jabatan Kades.
"Kami menilai ini yang penting dan harus dibenahi adalah SDM di desa agar tidak terjadi lagi korupsi kedepannya," pesannya.
Adapun diketahui isi Pasal 39 undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur bahwa Kepala Desa memegang jabatan selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa pun dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. (isak/B)