Dinilai Ganjal, Keluarga Mahasiswa Unhas yang Tewas Saat Diksar Ragukan Hasil Autopsi

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Keluarga Virendy Marjefy Wehantouw (19), mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang tewas saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) 09 di Kabupaten Maros beberapa waktu lalu merasa ragu akan hasil autopsi yang sudah dilakukan penyidik Polres Maros.

Ayah Virendy Marjefy, James mengatakan, dalam proses autopsi anaknya oleh Tim Kedokteran Forensik Biddokkes Polda Sulsel dan Inafis Polres Maros didampingi Satreskirm Polres Maros di kuburan Virendy Marjefy yang berlokasi di TPU Pannara Kristen, Kelurahan Bitoa, Kecamatan Manggala, Makassar, Kamis lalu (26/1/2023) terdapat sejumlah kejanggalan.

Sebab dalam pelaksanaan autopsi ada hal-hal yang menimbulkan tanda tanya bagi keluarganya. "Pertama sehari sebelum pelaksanaan autopsi, Kasat Reskrim Polres Maros mendatangi kami di rumah di Telkomas untuk membicarakan pelaksanaan autopsi yang ditetapkan jadwalnya pada Kamis 26 Januari 2023 pukul 09.00 pagi," ucap James pada Rakyat Sulsel, Minggu (29/1/2023).

"Saat itu kami menanyakan, apakah keluarga bisa ikut menyaksikan pelaksanaan autopsi dan dijawab, nanti hanya ada 1 dari anggota keluarga yang boleh menyaksikan langsung jalannya autopsi. Dan disepakatilah ibu almarhum, Femmy Lotulung yang akan ikut menyaksikan pelaksanaan autopsi," sambungnya.

James menyebut kesepakatan itu ternyata tak sesuai, di mana pada hari pelaksanaan autopsi, ibu almarhum ternyata tidak diizinkan masuk untuk menyaksikan langsung jalannya autopsi. Keluarga malah dijanjikan bisa masuk ke tenda tempat autopsi berlangsung setelah tim dokter selesai melakukan autopsi pada jenazah korban. Keluarga korban disebut boleh masuk hanya untuk menggantikan baju korban.

Selain itu, di lokasi autopsi, James juga menyampaikan ketua tim dokter forensik sempat menanyakan kepada keluarga korban bahwa apakah ada anggota keluarga korban yang berlatar belakang tenaga medis, baik dokter atau perawat. Jika ada maka boleh masuk untuk ikut bersama menyaksikan jalannya autopsi.

"Jadi ada juga Kanit Tipidum Polres Maros datang menyampaikan ke saya bahwa kalau ada anggota keluarga dari tenaga medis boleh masuk menyaksikan langsung pelaksanaan autopsi. Saya langsung menelpon kakak kandung saya yang kebetulan berprofesi dokter. Kakak saya kemudian datang ke lokasi autopsi. Tapi anehnya lagi, Kasat Reskrim Maros menghalangi dan tidak mengizinkan dan beralasan mau berkoordinasi dulu dengan tim dokter forensik yang ada di dalam tenda tertutup itu," sebutnya.

Dengan alasan itu, Kasat Reskrim Polres Maros Iptu Slamet disebut masuk ke dalam tenda yang ditutup tirai dengan alasan untuk berkoodinasi dengan tim forensik namun tak kunjung keluar kembali. Karena kondisi itu, pihak keluarga atau kakak James yang berprofesi dokter itu disebut mengambil sikap untuk langsung masuk ke dalam bilik tirai tapi dicegat seorang anggota tim forensik. Selanjutnya tim itu masuk dan memanggil Iptu Slamet.

Saat Iptu Slamet keluar dari dalam bilik tirai autopsi, dia disebut langsung menggiring kakak James menjauh dari lokasi autopsi sehingga terjadilah perdebatan. James menyebut, Kasat Reskrim Polres Maros terkesan tidak menghendaki keluarga korban untuk masuk menyaksikan pelaksanaan autopsi.

Menurut James, kakak kandungnya tersebut tidak izinkan masuk dengan alasan khawatir muncul opini-opini yang lain. Namun James mengatakan dia dan saudaranya bersikeras menyampaikan bahwa kehadirannya hanya untuk menyaksikan jalannya autopsi. Keluarga korban hanya ingin mengetahui dan akan menjaga privasi proses autopsi tersebut.

"Barulah Kasat Reskrim membawa kakak saya masuk ke dalam tenda tempat autopsi berlangsung. Itupun kakak saya tidak terlalu lama di dalam dan keluar kembali serta tidak mengikuti sampai selesai," jelasnya.

Tak sampai disitu, James lanjut menjelaskan bawah sesudah tim forensik melaksanakan autopsi dan meninggalkan tenda tempat, keluarga korban diminta bersiap-siap untuk masuk kedalam tenda untuk mengganti dan mengenakan pakaian baru kepada jenazah korban.

Namun setelah bersiap diri dan hendak masuk, keluarga kembali disuruh menunggu komando dari dalam tenda. Saat itu dalam tenda sisa Kasat Reskrim Polres Maros dan beberapa petugas Inafis Polres Maros. Usai menunggu beberapa lama, setelah ada komando dari Kasat Reskrim akhirnya keluarga diizinkan masuk.

Saat masuk, James mengatakan keluarganya terkejut lantaran mayat korban sudah rapih dan sudah mengenakan pakaian baru. Padahal sejak awal sudah disampaikan bahwa pihak keluarga yang akan mengenakan pakaian baru ke tubuh korban karena pakaian lama sudah kotor dan rusak digunting.
"Disitu timbul tanda tanya, apakah pihak penyidik Polres Maros tidak inginkan kami keluarga melihat atau mengetahui bagian-bagian tubuh almarhum yang dibedah oleh tim dokter forensik?," tanya James.

James melanjutkan, tanda tanya dan kecurigaan lain semakin menguat ketika disampaikan bahwa hasil autopsi jazad korban selanjutnya akan dibawa ke laboratorium Unhas. Keluarga pun langsung mempertanyakan jika yang melakukan autopsi adalah Tim Dokter Forensik Dokpol Biddokes Polda Sulsel, tapi kenapa pemeriksaan harus dibawa ke laboratorium Unhas.

"Kami keluarga jelas jadi trauma mengingat fakta sejak kematian Virendy, tidak ada tanggung jawab pihak Unhas dan terkesan lepas tangan serta terindikasi berupaya keras membungkam kasus ini agar bisa lepas dari jeratan hukum guna menjaga nama baik Unhas," sebutnya.

Hanya jasa sewaktu hal ini ditanyakan oleh keluarga korban melalui pesan WhatsApp kepada Kanit Tipidum, bahwa kenapa harus dibawa ke laboratorium Unhas dan kenapa tidak dibawa ke RS Bhayangkara atau laboratorium forensik milik Polri dan apakah Polri atau RS Bhayangkara tidak punya laboratorium forensik barulah dijawab dengan alasan bahwa laboratorium Unhas lebih lengkap peralatannya.

Kanit Tipidum yang tak disebutkan namanya itupun disebut lanjut menyampaikan bahwa dia akan menanyakan kembali ke pihak Biddokes Polda Sulsel terkait lokasi pemeriksaanya.

"Tak lama kemudian Kanit memberikan jawaban lagi via WA ke keluarga bahwa dari keterangan Kasat Reskrim bahwa hasil autopsi di lokasi kuburan bukan dibawa ke laboratorium Unhas, tetapi akan dibawa ke sebuah laboratorium swasta berlokasi di bilangan ruko di Jalan G. Bulusaraung. Menurut Kasat Reskrim bahwa dokter di laboratorium tersebut adalah alumni Unhas. Laboratorium itu setelah kami telusuri ternyata hanya berpredikat bintang 3," ujar James.

Semua kejanggalan kata James semakin membuat pihak keluarga merasa yakin adanya upaya pihak Unhas dengan berkolaborasi sejumlah pihak, untuk berusaha keras bagaimana menutupi, membungkam kasus ini, dan melindungi oknum-oknum pihak Mapala FT Unhas dari jeratan hukum.

"Dengan semua fakta-fakta itu, kami keluarga tentunya bertanya-tanya. Dan kami berharap kasus ini segera terungkap dan ada keadilan," pungkasnya.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Maros Iptu Slamet yang dikonfirmasi belum memberikan jawaban. Namun diketahui, penyidik Polres Maros telah memeriksa 19 orang saksi dalam kasus ini.

Sebanyak 19 orang saksi terdiri dari peserta Diksar Mapala 09 Unhas, Panitia Diksar, warga sekitar tempat dilaksanakannya Diksar, dan salah seorang perwakilan kampus Unhas Makassar.

Slamet menegaskan bahwa kasus ini akan diusut hingga tuntas oleh pihaknya, dibuktikan dengan adanya kegiatan autopsi guna mengetahui apa penyebab utama Virendy Marjefy meninggal dunia.

Adapun mahasiswa Unhas Makassar angkatan 2021 jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik itu tewas saat mengikuti Diksar Mapala 09 di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Jumat (13/1/2023) lalu. (isak/B)

  • Bagikan