MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sidang lanjutan kasus suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (1/2/2023).
Dalam sidang ini, ada enam orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diantaranya Asbrandi Syam, Andi Sutta, Andi Kemal Wahyudi, Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng, Rendy Gowary dan Kwan Sakti Rudy Moha.
JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz menjelaskan, dalam sidang ada rekaman percakapan antara Karaeng Kodeng dengan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat diputar. Percakapan itu menyangkut pengerjaan proyek yang dikerjakan Karaeng Kodeng. "Ada percakapan yang kami putar," kata Rikhi saat diwawancara usai sidang.
Karaeng Kodeng sendiri turut memberikan uang kepada Edy Rahmat sebanyak Rp150 juta di ruang kerja Edy Rahmat. Pemberian uang tersebut diduga menyangkut pengerjaan proyek Rehabilitasi Irigasi Leworeng di Kabupaten Soppeng dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar yang dia kerjakan.
Rikhi mengatakan, Edy Rahmat sempat komunikasi dengan BPK untuk tidak memeriksa pengerjaan proyek Karaeng Kodeng. Edy Rahmat disebut berdalih bahwa akses atau jalan masuk menuju ke lokasi pekerjaan proyek Karaeng Kodeng rusak.
"Itu terjadi percakapan bahwa proyek yang dikerjakan Karaeng Kodeng dan anaknya itu sudah diarahkan BPK jangan masuk. Pekerjaan Karaeng Kodeng selesai cuman pemeriksaan BPK tidak dilakukan," sebut Rikhi.
"Kata Edy Rahmat karena saya dekat dengan BPK saya arahkan mereka bilang jalannya jelek kesana. Ada simulasi percakapan seperti itu dan itu intinya dan dibenarkan juga Karaeng Kodeng," sambungnya.
Tidak adanya pemeriksaan BPK terhadap proyek yang dikerjakan Karaeng Kodeng disebut akan terungkap nanti. Apakah pemeriksaan tidak dilakukan karena pemberian uang Rp150 juta kepada Edy Rahmat atau karena adanya hubungan keluarga antara Karaeng Kodeng dengan terpidana mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.
"Kalau khusus Karaeng Kodeng itu faktanya tidak dilakukan pemeriksaan oleh BPK, tapi dia menyerahkan uang juga (ke Edy Rahmat). Apakah itu uang Rp150 juta atau apakah karena ada hubungan keluarga dengan Nurdin Abdullah, ataukah karena keduanya," jelas Rikhi.
Sebelumnya diberitakan, Edy Rahmat mengumpulkan uang dari 12 orang kontraktor. Di mana total jumlah uang yang berhasil dikumpulkan dari para kontraktor tersebut sebanyak Rp 2,917 miliar.
Mereka kontraktor yang mengumpulkan uang masing-masing John Theodore Rp350 juta, Petrus Yalim Rp444 juta, Mawardi bin Pakki alias H Momo Rp250 juta, Andi Kemal Wahyudi Rp307 juta, Yusuf Rombe Rp600 juta, dan Robert Wijoyo Rp58 juta.
Termasuk dari Hendrik Tjuandi sebanyak Rp390juta, Loekito Sudirman Rp64 juta, Herry Wisal alias Tiong Rp150 juta, Rendy Gowary Rp200 juta, Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng Rp 150 juta, dan Rudy Hartono Rp435 juta.
Uang itu kemudian diteruskan Edy Rahmat kepada empat terdakwa dalam kasus ini sebagai uang mengondisikan temuan kerugian negara atas pekerjaan proyek di Dinas PUTR Sulsel.
Keempat terdakwa itu masing-masing Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku Pemeriksa pada BPK perwakilan Sulsel, Andi Sonny (AS) selaku Kepala perwakilan BPK Sulteng sebelumnya menjabat Kasubauditorat Sulsel I BPK Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Sulsel, dan Gilang Gumilar (GG) selaku Pemeriksa BPK Perwakilan Sulsel. (isak/B)