"19 orang saksi ini terdiri dari anggota Satpol PP yang menerangkan bahwa anggota Satpol PP ini menyampaikan dia tidak pernah tugas di kecamatan sesuai dengan SP yang ditugaskan, namun mereka tugas selama ini di balai kota," ujar Zulhajar.
Selain itu, Zulhajar juga mengatakan saksi-saksi diperintahkan untuk membuat rekening tempat mengirim horor fiktif mereka.
"Yang perintahkan untuk membuat rekening untuk honor di kecamatan itu adalah almarhum Iqbal Asnan dan terdakwa Abdul Rahim. Jadi yang memerintahkan untuk membuat rekening sebagai honor fiktif di kecamatan itu adalah Abdul Rahim dengan almarhum Iqbal Asnan," sebutnya.
"Hanya itu poin utamanya. Dan semua saksi menerangkan bahwa tidak ada perintah dari Iman Hud untuk membuat rekening ganda atau memotong honorium dari kecamatan itu karena prinsipnya terdakwa tidak mengetahui ada masalah seperti itu," sambungnya.
Sementara JPU, Nining mengatakan setiap saksi membuat satu rekening. Selanjutnya atau dalam sidang berikutnya pemilik rekening itu akan dihadirkan untuk memberikan keterangan di ruang sidang.
"Satu orang satu rekening. Di persidangan itu tadi disampaikan, kami akan hadirkan yang satu rekening itu untuk mendengar keterangannya lagi," ucap Nining.
Dalam dakwan JPU sebelumnya menyebut terdakwa Iman Hud dan Abdul Rahim serta almarhum Muhammad Iqbal Asnan telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
"Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau penunjukannya selaku Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian Satpol PP Makassar,” kata JPU saat membacakan dakwaan.
Terdakwa dianggap telah melawan hukum dengan menyisipkan 123 nama Personil Satpol PP Kota Makassar ke dalam surat perintah penugasan kegiatan Patroli Kota (Patko), Keamanan dan Ketertiban Umum (Kamtibum) dan Pengendalian Massa (Dalmas) yang anggarannya bersumber pada DPA Satpol PP Kota Makassar tahun anggaran 2017 sampai dengan tahun 2020.