Aktivis Anti Korupsi Harap Kajati Baru Percepat Penuntasan Kasus Korupsi

  • Bagikan
DILANTIK. Leonard Eben Ezer Simanjuntak dilantik oleh Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin di Kantor Kejaksaan Agung RI, Jalan Sultan Hasanuddin nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Foto: ISAK PASA'BUAN/RAKYATSULSEL.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Leonard Eben Ezer Simanjuntak resmi menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggantikan Raden Febrytriyanto.

Dalam kegiatan serah terima jabatan (Sertijab) pada Selasa (7/2/2/2023) lalu di kantor Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mantan Kajati Banten itu dinyatakan resmi bertugas di Sulsel.

Kehadiran Kajati yang baru di Sulawesi Selatan diharap aktivis penggiat anti korupsi serta pengamat hukum bisa membawa perubahan, utamanya dalam penindakan dan pencegahan korupsi yang dinilai belum maksimal. Baik pada tingkatan provinsi maupun di daerah-daerah.

Wakil Ketua Internal Anti Corruption Commite (ACC) Sulawesi, Anggareksa PS menyampaikan sejumlah pesan dan harapannya kepada Kajati Sulsel baru. Pertama, Kajati Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak diharapkan dalam kepemimpinannya kedepan bisa mengedepankan perspektif akan penindakan korupsi.

"Kami menginginkan komitmennya dalam pemberantasan kasus korupsi di Sulsel. Dan menjadikan pemberantasan kasus korupsi sebagai agenda prioritas," ucap Angga sapaannya, Kamis (9/2/2023).

Selain itu, Angga juga meminta Kajati Sulsel yang baru nantinya melakukan evaluasi dan monitoring kinerja seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di 24 kabupaten dan kota di Sulsel.

Termasuk pada jajaran Kejaksaan Tinggi Sulsel sendiri, mengingat dalam beberapa tahun terakhir masih ada puluhan kasus korupsi yang ditangani mandek.

"Khususnya pada jajaran Pidsus (Pidana Khusus) karena dalam catatan kami (ACC Sulawesi) ada banyak kasus mandek di Kejati Sulsel. Banyaknya kasus mandek menandakan masih lemahnya penindakan kasus korupsi dari peyidik Pidsus Kejati sendiri. Untuk itu diharapkan Kajati baru melakukan evaluasi pada jajarannya dan mengambil langkah starategis untuk menuntaskan kasus mandek tersebut," pesannya.

Dari catatan lembaga anti korupsi bentukan Abraham Samad itu dikatakan, ada sekitar 28 kasus korupsi yang mandek di tangan Kejati Sulsel. Kasus itu diantaranya, dugaan korupsi PDAM Makassar dan dugaan suap pengurusan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp49 miliar untuk Kabupaten Bulukumba.

"Ada juga kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) penggunaan kredit BNI 46 oleh PT Makassar Rezky Cemerlang yang merupakan perusahaan pengelola Mal Daya Grand Square. Kasus ini sudah lama naik ke penyidikan namun sampai saat ini tidak jelas penanganannya. Saya pikir itu beberapa pekerjaan rumah," sebutnya.

Peneliti Senior Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Patria Artha (Pukat UPA), Bastian Lubis juga ikut menyampaikan catatan terhadap Kajati Sulsel yang baru. Utamanya dalam proses penindakan terduga pelaku tindak pidana korupsi yang ditangani oleh jajaran kejaksaan.

Dari pengamatannya disebutkan bahwa penindakan pelaku kasus korupsi di Sulsel belum begitu maksimal. Dalam beberapa kasus korupsi, terduga pelaku yang ditangkap bukan sebagai otak atau pelaku utama dalam kasus tersebut, melainkan hanya bagian dari kasus itu namun hanya dia yang diamankan oleh penyidik.

"Catatan saya penindakan kasus korupsi di Sulsel itu baru kelas terinya saja yang kena. Untuk otak atau intelektualnya itu belum ketemu," kata Bastian Lubis.

Diapun memberikan salah satu contoh kasus yang baru-baru ini ditangani oleh Kejati Sulsel yakni kasus dugaan korupsi honorarium fiktif atau penyalahgunaan honorarium Satpol PP Makassar di 14 Kecamatan periode tahun 2017-2020. Di mana dalam kasus ini ada tiga tersangka yang saat ini sedang menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Tiga tersangka itu diantaranya, mantan Kepala Dishub Makassar yang juga pernah menjabat sebagai Kasatpol PP Makassar, Iman Hud, mantan Kasi Pengendali dan Operasional Satpol PP Makassar, Abdul Rahim, dan almarhum Muhammad Iqbal Asnan, hanya saja saat proses hukum berjalan mantan Kasatpol PP Makassar itu meninggal dunia.

Dalam kasus ini, Bastian Lubis menilai ada kekeliruan peyidik Kejati Sulsel saat melakukan penindakan. Sebab pengguna anggarannya tidak di instansi Satpol PP tetapi berada di 14 kecamatan dan yang seharusnya bertanggung jawab penuh dalam kasus ini adalah para camat yang bertugas di periode tersebut.

"Itukan tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang salah, sehingga anak buah itu jadi terseret. Paling spektakuler ini kita liat kasus Satpol PP, sebenarnya yang bermasalah ada di kecamatan bukan di Satpol PPnya. Kalau Satpol PPnya ditangkap karena gratifikasi boleh, tapi yang bertanggung jawab terhadap anggaran itu adalah semua camat yang menandatangani dan membuat pertanggungjawaban yang fiktif. Cuman sampai saat inikan cuman Satpol PPnya," ujarnya.

Bastian Lubis juga menyampaikan dalam tugasnya ke depan, Kajati Sulsel yang baru diharapkan bisa melakukan pencegahan akan tindakan korupsi sesuai dengan arahan Jaksa Agung RI. Apalagi di Sulsel sendiri KPK baru-baru mengamankan Gubernur Sulsel dalam kasus tindak pidana korupsi.

Lewat pintu itu, Kejati Sulsel diminta turut melakukan pengarahan serta pembinaan terhadap sejumlah pemerintah daerah agar tak terjerat kasus korupsi. Dan jika ada indikasi korupsi diminta segera lakukan penindakan.

"Termasuk juga meminta agar Kajati yang baru ini pro aktif menyambut masukan atau aspirasi masyarakat dan segera di respon (tindak lanjuti)," ucap Rektor Universitas Patria Artha (UPA) Makassar itu.

Sementara Kajati Sulsel yang baru, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam sambutannya di acara malam pisah sambut Kajati Sulsel yang digelar di Baruga Karaeng Pattingalloang, Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulsel, Rabu (8/2/2023) kemarin menyampaikan agenda prioritasnya kedepan.

Agenda prioritasnya itu mengenai peningkatan ekonomi Sulsel dan pengendalian inflasi. "Oleh karena itu kami akan berupaya karena kita kemarin sudah pertemuan di Sentul. Lembaga Kejaksaan akan ikut bersama bapak ibu (kepala daerah) sekalian untuk kolaborasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi. Kami akan memerintahkan para Kajari untuk benar-benar aktif sebagaimana arahan bapak Presiden dan telah diberikan pula arahan dari bapak Jaksa Agung RI," ucap Leonard dalam sambutannya.

Tak lupa dia menyampaikan agar diberi masukan selama bekerja agar tetap menjunjung adat istiadat yang ada di Sulawesi Selatan.

"Izin masuk di wilayah Sulsel selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, saya mohon bantuan bapak itu sekalian. Kami harus menjunjung tinggi adat istiadat yang ada di wilayah Sulsel. Bapak Gubernur, forkopimda dan, wali kota, bupati mohon kami diberikan informasi, diberikan bimbingan agar kami tidak salah langkah dalam melaksanakan tugas kami, khususnya adat dan budaya di Sulsel," sebutnya.

"Kami juga mendapatkan tugas oleh bapak Jaksa Agung RI, pada intinya memastikan kehadiran kejaksaan hadir di tengah-tengah masyarakat Sulsel," sambungnya.

Catatan PR Kasus Korupsi yang Mandek di Kejati Sulsel

Dari rangkuman Rakyat Sulsel, kasus-kasus yang menonjol dan masih mandek dalam penanganan Kejati Sulsel diantaranya dugaan kasus korupsi Penyimpangan Penetapan Harga Jual Tambang Pasir Laut tahun 2020 di Galesong, Kabupaten Takalar.

Kasus ini sudah di tingkat penyidikan namun belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Terakhir, salah satu perusahaan diduga ikut melakukan aktivitas tambang pasir yakni PT. Alefu Karya Makmur mengembalikan uang kerugian negara kepada Kejati Sulsel sebesar Rp4.579.000.000.

Uang miliaran yang disebut sebagai uang penitipan dalam kasus dugaan korupsi ini diterima langsung oleh Raden Febrytriyanto di kantor Kejati Sulsel, Makassar.

Tak hanya itu, ada beberapa kasus korupsi yang juga sudah memasuki tingkat penyidikan namun masih mandek, diantaranya kasus dugaan korupsi Pengerjaan Ruas Jalan Durian-Patappo Toraja, korupsi PDAM Makassar, dan korupsi proyek jaringan pipa distribusi avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

Terakhir, yang sampai saat ini tak lagi ada kabarnya yaitu penanganan kasus lahan hutan negara di kawasan wisata Tanjung Bira dan Bara Bulukumba yang diduga di komersialisasikan. Kejati Sulsel sempat melakukan penyelidikan atas masalah ini, namun tak terdengar lagi kabar akan perkembangan kasusnya.

Demikian juga pada jajaran Kejari di Sulsel, khususnya di Makassar ada sejumlah kasus korupsi yang ditangani dan masih mandek hingga saat ini.

Kasus-kasus itu diantaranya kasus korupsi pembebasan lahan industri sampah Kota Makassar, kasus korupsi pemetaan lahan IPAL Kota Makassar, dan korupsi pembangunan Smart Toilet di SD se-Makassar.

Maraknya kasus yang masih mandek ini akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Kajati Sulsel yang baru, Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Apakah kasus-kasus yang mandek itu berhasil diselesaikan atau sama saja dengan Kajati sebelum-sebelumnya. (isak/B)

  • Bagikan