MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan honorarium atau honorarium fiktif tunjangan operasional Satpol PP Kota Makassar di 14 kecamatan tahun 2017-2020 dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Makassar.
Kedua terdakwa yakni mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Makassar, Iman Hud dan Abdul Rahim selaku mantan Kasi Pengendali dan Operasional Satpol PP Kota Makassar dibebaskan atas petunjuk hakim yang telah mengabulkan pengajuan permohonan penangguhan penahanan kedua terdakwa.
"Setelah mengabulkan permohonan (penangguhan penahanan) para terdakwa, Majelis Hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengalihkan jenis penahanan terdakwa Iman Hud dan Abdul Rahim dari tahanan Rutan menjadi tahanan kota," kata Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetermi kepada Rakyat Sulsel, Jumat (10/2/2023).
Soetarmi menjelaskan, masa penangguhan penahanan kedua terdakwa berlangsung selama sembilan hari. Terhitung mulai dari Kamis kemarin (9/2) sampai Sabtu (18/2) mendatang.
Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana proses penahanan dibagi tiga, yaitu penahanan rumah, kota, dan rutan. Dalam pasal itu yang dimaksud tahanan kota adalah di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa.
Adapun kewajiban tersangka atau terdakwa yaitu melapor diri pada waktu yang ditentukan. Tahanan kota wajib dilarang keluar wilayah kecuali mendapat izin penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memberi perintah penahanan. Tahanan kota juga merupakan orang yang tidak ditahan.
Tetapi berkewajiban untuk melapor, biasanya dua kali dalam satu pekan kepada pihak yang berwajib. Seorang tahanan kota yang telah ditahan tidak boleh meninggalkan tempat penahanannya.
"Perintah pengalihan penahanan terdakwa itu berdasarkan Surat Penetapan Majelis Hakim Nomor: 10/PID. Sus.TPK/2023/PN.MKS tanggal 09 Februari 2023," sebut Soetarmi.
Diberikan sebelumnya, dalam Dakwan JPU Kejati Sulsel yang dibacakan Nining menyebut bahwa terdakwa Iman Hud, Abdul Rahim, dan almarhum Muhammad Iqbal Asnan telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
"Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau penunjukannya selaku Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian Satpol PP Makassar,” sebut JPU dalam sidang perdana kasus ini.
Para terdakwa dianggap telah melawan hukum dengan menyisipkan 123 nama Personil Satpol PP Kota Makassar ke dalam surat perintah penugasan kegiatan Patroli Kota (Patko), Keamanan dan Ketertiban Umum (Kamtibum) dan Pengendalian Massa (Dalmas) yang anggarannya bersumber pada DPA Satpol PP Kota Makassar tahun anggaran 2017 sampai dengan tahun 2020.
Termasuk pada kegiatan Pengawasan dan Pengamanan Ketertiban Umum Kecamatan yang anggarannya bersumber pada DPA 14 SKPD Kecamatan se-Kota Makassar tahun anggaran 2017 sampai dengan 2020. Terdakwa disebut merancang seakan-akan personil tersebut bertugas di Kecamatan atau bertugas di kegiatan Balaikota Makassar.
Konsep draft surat perintah tersebut langsung ditandatangani oleh terdakwa Iman Hud selaku Kasatpol PP Kota Makassar saat itu, selanjutnya surat perintah tersebut menjadi dasar pembayaran honorarium baik dari dana yang bersumber dari DPA Kecamatan maupun dari DPA Satpol PP Kota Makassar.
"Setelah honorarium dibayarkan Abdul Rahim kemudian menghubungi anggota Satpol PP yang namanya telah disisipkan dalam surat perintah tersebut untuk menyerahkan atau menyetorkan uang honorarium tersebut kepadanya, juga kepada terdakwa almarhum Iqbal Asnan," sebutnya.
"Sehingga Abdul Rahim Telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,8 miliar sebagaimana Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Propinsi Sulsel," sambungnya.
Atas perbuatan kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
“Primernya melanggar Pasal 2 ayat 1 tentang UU Tipikor lalu subsider Pasal 3 UU Korupsi dan alternatif yang kedua Pasal 12 E. Kedua terdakwa sama dakwaannya juncto 55 dan 64 berlanjut,” pungkasnya. (Isak/B)