MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan honorarium atau honorarium fiktif tunjangan operasional Satpol PP Kota Makassar di 14 kecamatan tahun 2017-2020 diwarnai perdebatan antara kuasa hukum terdakwa dengan jaksa penuntut umum (JPU).
Perdebatan bermula saat empat mantan camat di Kota Makassar yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang sesi pertama untuk memberikan keterangan atas kasus ini di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (14/2/2023) dicecar pertanyaan oleh kuasa hukum terdakwa.
Keempat saksi di sesi pertama itu masing-masing, Zainal Abidin (mantan Camat Tallo), Rully (mantan Camat Tallo), Alamsyah Sahabuddin (mantan Camat Makassar) dan Andi Ardy Rahadian Sulham (mantan camat Makassar).
Kemudian saksi di sesi kedua yakni Syamsul Bahri (mantan Camat Bontoala), Ansharuddin (mantan Camat Wajo), Andi Patiware, Arman (mantan Camat Bontoala) dan Andi Zulkifly (mantan Camat Ujung Pandang).
Kuasa hukum terdakwa Abdul Rahim, Muhammad Syahban Munawir dalam sidang awalnya mempertanyakan terkait hasil audit yang sebelumnya dirilis oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel. Di mana dalam kasus ini disebut terdapat kerugian negara sebanyak Rp4,8 miliar.
Menurut Syahban, kerugian negara itu bukan hanya ditimbulkan dari kedua terdakwa saja yakni Iman Hud dan Abdul Rahim. Kerugian negar Rp4,8 miliar melibatkan beberapa camat yang dibuktikan dengan adanya proses pengembalian uang kerugian negara kepada penyidik Kejati Sulsel.
Adapun rincian pengembalian uang kerugian negara oleh empat saksi itu masing-masing Zainal Abidin mengembalikan uang Rp159 juta, Rully sebanyak Rp200 juta lebih, Alamsyah Sahabuddin sebanyak Rp92 juta dan Andi Ardy Rahadian Sulham sebayak Rp62 juta.
"Waktu pemeriksaan klien kami, klien kami diperlihatkan hasil audit dari inspektorat bahwa orang yang melakukan penyimpangan akibat dari kegiatan (korupsi) ini negara dirugikan Rp4,8 miliar. Dan akibat dari orang-orang yang tersandung dalam proses ini itu bukan hanya klien kami yang disebutkan dalam kesimpulan tersebut. Tapi juga termasuk camat ini (empat saksi) merupakan orang yang terlibat dalam persoalan ini," kata Syahban dalam sidang.
"Jadi itu waktu klien kami dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka (di Kejati Sulsel) kami meminta diperlihatkan hasil audit itu, dari hasil audit itu terjadi kerugian negara. Tapi hasil audit itu bukan hanya klien kami yang melakukan penyimpanan kerugian negar, malah ada beberapa orang yang termasuk (para camat)," sambung Syahban.
Pernyataan Syahban itupun langsung di sanggah oleh JPU Kejati Sulsel, dia meminta agar apa yang disampaikan kuasa hukum terdakwa Abdul Rahim harus berdasarkan berita acara pemeriksaan.
"Tadikan dijelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, berarti harus dituangkan dalam berita acara," ujar JPU Kejati Sulsel.
Mendengar hal itu, ketua hakim Purwanto S. Abdullah langsung menengahi dan menyampaikan kepada kedua bela pihak bahwa masih ada tahapan sidang. JPU diminta menuangkan keberatannya dalam tuntutan, begitu juga dengan kuasa hukum terdakwa bisa menuangkan dugaan-dugaan dalam pembelaan nantinya.
"Sudah, nanti kalau ada faktanya seperti itu nanti, ini sidang terbuka untuk umum. Kalau ternyata para camat ini ada keterlibatan kita tidak tutup mata, nanti di putusan kita bunyikan (bahwa ada keterlibatan). Kalau penuntut umum (JPU) nanti dibunyikan di tuntutan, begitu juga penasehat hukum mersa camat ini ada keterlibatan, silahkan dibunyikan di pembelaan sodara. Begitu juga dengan kami (akan memberi penilaian). Begitu yah," ujar Purwanto.
Terakhir, Syahban dengan tegas memohon dan meminta kepada hakim agar para saksi yang mengembalikan uang kerugian negara juga ikut di proses seperti kedua terdakwa Imam Hud dan Abdul Rahim.
"Jadi kami dalam persidangan ini yang mulia, kami mohon dipertimbangkan para saksi ini agar kiranya ikut diseret juga ke meja hijau," pungkasnya. (isak/B)