MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ribuan batang pohon ganja yang tumbuh subur di kawasan pegunungan Desa Bontojai, Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone luput dari pengawasan Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel, termasuk pemerintah daerah.
Pasalnya, ladang ganja seluas 1 hektare (Ha) itu diketahui sudah ada sejak 2 tahun lalu, tepatnya Maret 2021 dan baru ditemukan pada Februari 2023. Keberadaan ladang ganja tersebut baru terdeteksi dari pengembangan 2 orang terduga pengedar ganja di Makassar yang ditangkap Ditresnarkoba Polda Sulsel, masing-masing SN (37) dan RK (34).
Menyikapi hal ini, Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Sulsel menilai pihak Kepolisian, BNNP Sulsel, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bone kecolongan. Apalagi selama 2 tahun, kedua pelaku juga diketahui telah memanen sebanyak 3 kali untuk diedarkan. Dengan usia pohon ganja yang siap panen yakni 3 bulan.
"Tentunya (kecolongan). Inikan ditanam di lahan yang luas masa tidak bisa dideteksi (Polisi dan BNN), termasuk pemerintahan daerah sendiri masa tidak bisa mencermati itu. Tidak bisa mendeteksi," ujar Ketua Granat Sulsel, Jamil Misbach kepada Rakyat Sulsel, Minggu (19/2/2023).
Tak hanya itu, Jamil juga menduga selain dua tersangka yang memanfaatkan petani setempat untuk menanam ganja, masih ada pihak-pihak tertentu yang turut terlibat dalam kasus ini. Sehingga dia meminta pihak Kepolisian benar-benar mencermati dan mendalami kasus ini.
"Kan aneh, masa sampai tidak terdeteksi. Berarti ada dugaan ada orang-orang tertentu yang membackup itu. Agak sulit (pergerakannya) jika tidak ada yang melindungi," sebutnya.
Sementara dari keterangan Kepolisian, tidak terdeteksinya ladang ganja tersebut sebab akses menuju ke lokasi begitu sulit. Lokasi ladang ganja berada di daerah perbukitan. Untuk mencapai titik ladang membutuhkan waktu berjalan kaki selama 4 jam, dengan jarak kurang lebih 12 kilometer (KM), mulai dari Jalan Poros Maros-Bone tepatnya di Polsek Bontocani.
"Jalur ke lokasi juga jalan setapak, naik turun (lemba), kemudian cukup terjal dan berlumpur, apalagi saat ini musim hujan. Jadi kampung itu (dekat lokasi ladang ganja) sangat terisolir. Untuk ke lokasi dari polsek itu 4 jam, jaraknya 12 KM," kata Kapolda Sulsel Irjen Pol Nana Sudjana sebelumnya.
Pohon ganja yang tubuh itu disebut ditanam oleh seorang petani setempat inisial PA (60) yang dimanfaatkan oleh kedua pelaku. PA hanya diberi bibit oleh pelaku dan selanjutnya diarahkan untuk menebar bibit tersebut di lahannya.
"PA ini hanya dimanfaatkan oleh kedua pelaku. PA ini diberi bibit dalam bentuk biji (ganja), kemudian diperintahkan (pelaku) untuk menanam di lahan garapannya. Lahan yang ditanami ini luasnya kurang lebih 1 hektare," ujarnya.
Nana menegaskan, PA sama sekali tidak mengetahui jika yang ditanam adalah tanaman yang dilarang karena termasuk dalam golongan narkotika. Kedua pelaku menyampaikan pada PA bahwa bibit tanaman tersebut merupakan bibit tanaman obat-obatan.
Kedua tersangka pun mendapatkan bibit pohon ganja itu dari media online. Setelah mendapatkan bibit tersebut, mereka ke Desa Bontojae dan meminta PA (60) untuk menanamnya.
"PA ini tidak mengetahui kalau itu adalah bibit ganja. Yang disampaikan oleh kedua tersangka (kepada PA) bibit ini akan tumbuh dan digunakan sebagai obat. Jadi PA ini tidak mengetahui," terangnya.
Bahkan masyarakat yang bermukim tidak jauh dari lokasi ditemukannya ladang ganja juga disebut tak mengetahui tanaman tersebut. Jarak antara pemukiman masyarakat dan ladang ganja sekitar 700 meter.
"Masyarakat di kampung itu saat kita tanya mereka tidak tau kalau itu tanaman ganja. Termasuk yang diminta menebar (PA), menanam itu tidak tau. Mereka diperalat, disampaikan bahwa itu tanaman obat," sebutnya.
Sementara Direktur Reserse Narkoba Polda Sulsel Kombes Pol Dodi Rahmawan yang ikut menambahkan menyebut, kedua tersangka ini mengetahui lokasi itu cocok untuk ditanami ganja karena sering melintasi wilayah tersebut saat mendaki gunung.
"Jadi dua tersangka ini sudah seperti Robin Hood (penolong) karena dermawan, suka memberi sembako. Bahkan, kedua tersangka ini sempat berjanji kepada warga akan membangun desa. Padahal warga ini terzalimi, karena mereka tidak tahu kalau yang mereka tanam itu adalah bibit ganja. Jadi hasil penjualan ganja itu ada yang dibagi-bagikan untuk warga seolah-olah kegiatan sosial," ujar Dodi.
Selain ladang ganja seluas 1 hektare yang di Desa Bontojai, polisi juga menyebut masih ada 3 lokasi ladang ganja di sekitar pegunungan tersebut. Ladang ganja itu sementara dalam penyelidikan Ditresnarkoba Polda Sulsel.
Untuk memastikan lokasi keberadaan 3 ladang ganja itu, Polda Sulsel telah berkoordinasi dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Parepare. Setelah kondisi cuaca membaik, tim dari Ditresnarkoba Polda Sulsel bersama BNNP Sulsel akan kembali berangkat ke lokasi mengecek secara langsung.
"Kami sudah melakukan koordinasi dengan LAPAN Parepare untuk memfoto menggunakan satelit, ini masih sementara berlangsung. Untuk wilayah tersebut tetap kami akan amankan, hanya saja cuaca masi buruk," ujar Kapolda Sulsel. (isak/B)