MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pengusaha dan kontraktor ternama di Sulsel, Agung Sucipto kembali dipanggil JPU KPK dalam sidang. Kali ini Agung Sucipto dipanggil untuk memberikan keterangan atas kasus dugaan suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas PUTR Sulsel.
Mantan terpidana suap terhadap eks Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (NA) itu terlihat hadir di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dengan menggunakan kemeja putih. Agung Sucipto dihadirkan sebagai saksi bersama dua orang lainnya masing-masing Andi Nur Amaliah (PNS Inspektorat Pemprov Sulsel) dan Andi Ismayanti (PNS PUTR Provinsi Sulsel).
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Muh Yusuf Karim, Agung Sucipto mengaku memberikan uang sebesar Rp225 juta kepada salah satu terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP)-nya pun disampaikan bahwa ada permintaan uang dari terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin terkait pemeriksaan LKPD Pemprov Sulsel tahun anggaran 2019.
Agung Sucipto mengaku pada tahun 2020, dirinya pernah bertemu secara langsung dengan terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin untuk membahas pemeriksaan pengerjaan fisik proyek jalan Palampang-Munte-Bontolempangan, Sinjai-Bulukumba sepanjang 4,5 kilometer.
"Pada saat itu saudara Wahyudin sedang melakukan pemeriksaan fisik dalam rangka pemeriksaan LKPD Pemprov Sulsel yang sedang dilakukan BPK. Di situ saudara Ikhsan Wahyudin menyampaikan kepada saya, Pak Agung nanti saya bisa bantu pemeriksaan fisik ini. Kalau pemeriksaan fisik ini tidak ada temuan kekurangan, saya minta bapak kasih saya 1 persen dari real cost," ucap Agung Sucipto.
"Dan kalau temuannya di bawah 1 persen, nanti bapak kasih saya 1 persen setelah dikurangi pembayaran temuan. Atas pengakuan Ihsan wahyudin tersebut saya mengiyakannya," sambungnya.
Keterangan Agung Sucipto yang dituangkan dalam BAP, setelah LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK terkait LKPD Sulsel tahun anggara 2019 terbit, dirinya menyebut pengerjaan proyeknya tidak ditemukan kekurangan volume. Tapi dalam LHP BPK tersebut, hanya ditemukan terkait keterlambatan pengerjaan.
Karena ada pernyataan Agung Sucipto sebelumnya, diapun mengaku menyampaikan kepada stafnya untuk menyiapkan uang sebesar Rp250 juta.
"Untuk menepati perkataan saya. Saya meminta staf administrasi dan keuangan saya untuk menyiapkan cek sebesar Rp225 juta dan cek itu dicairkan oleh staf saya bernama Damaris. Setelah dicairkan, uang itu diserahkan ke saya," sebutnya.
Setelah memegang uang Rp225 juta tersebut, Agung Sucipto kemudian membuat janji untuk bertemu dengan Wahid Ikhsan Wahyuddin. Janjian tersebut dilakukan agar Agung bisa menyerahkan secara langsung uang tersebut.
"Saya memberikan uang tunai sebesar Rp225 juta secara langsung di Makassar, namun saya lupa tempatnya di mana," kata dia.
Dalam persidangan, uang Rp225 juta tersebut diberikan karena adanya kekhawatirannya jika ada temuan kekurangan pengerjaan proyek. Pasalnya, sebelumnya, ia pernah mendapatkan kerugian akibat adanya temuan kekurangan volume pengerjaan hingga Rp4 miliar.
"Tahun 2018, saya ada proyek di APBD Bulukumba sebesar Rp7 miliar, tapi temuannya Rp4 miliar. Bagi saya itu kejam pak," tutur Agung Sucipto.
Atas pengakuan Agung Sucipto itu, terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin langsung bereaksi memberi bantahan. Ia menegaskan tidak pernah bertemu secara langsung dengan Agung Sucipto.
"Saya tidak pernah bertemu dengan Pak Agung selama pemeriksaan proyek di Bulukumba Yang Mulia hakim," bantah terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin.
Sementara JPU KPK, Zaenal Abidin mengatakan, berdasarkan keterangan yang disampaikan Agung Sucipto dalam BAP nomor 14 sebelumnya, Agung Sucipto menjelaskan secara lengkap kronologinya pertemuan dan pemberian uang sebesar Rp225 juta kepada Wahid Ikhsan Wahyudin.
"Tadi itu sudah saya dan majelis hakim tanyakan ke dia (Agung Sucipto) apakah sudah benarkan BAPnya. Namun ketika ditanya penasihat hukum, dia merubah mengaku tidak pernah bertemu dengan Wahyudin," sebutnya.
"Makanya tadi ditegaskan lagi oleh majelis hakim dan setelah ditegaskan dia memang mengakui ada pertemuan itu. Sesuai dengan BAP," lajut Zaenal Abidin yang di wawancara usai sidang.
Lanjut, Zaenal juga membantah memberikan tekanan kepada Agung Sucipto agar tetap berpegang keterangannya di BAP. Ia mengaku hanya mengingatkan kepada Agung Sucipto terkait ancaman hukuman berdasarkan Undang-Undang jika memberikan keterangan palsu di persidangan.
"Kami hanya mengingatkan, kalau saksi di bawah sumpah dan tidak memberikan keterangan sebenarnya di persidangan ada ancaman pidananya 12 tahun dan minimal 3 tahun. Kita perlu ingatkan," pungkasnya.
Adapun keempat terdakwa kasus ini masing-masing Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku Pemeriksa pada BPK perwakilan Sulsel, Andi Sonny (AS) selaku Kepala perwakilan BPK Sulteng sebelumnya menjabat Kasubauditorat Sulsel I BPK Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Sulsel, dan Gilang Gumilar (GG) selaku Pemeriksa BPK Perwakilan Sulsel.
Mereka diduga menerima suap dari mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat sebesar Rp2,917 miliar. Uang tersebut dikumpulkan Edy Rahmat dari 12 kontraktor sebagai uang mengondisikan temuan kerugian negara atas pekerjaan proyek di Dinas PUTR Sulsel.
Para kontraktor yang menyetorkan uang itu masing-masing Herry Wisal sebayak Rp150 juta, John Theodore Rp350 juta, Petrus Yalim Rp444 juta, Mawardi bin Pakki alias H Momo Rp250 juta, Andi Kemal Wahyudi Rp307 juta, Yusuf Rombe Rp600 juta dan Robert Wijoyo Rp58 juta.
Termasuk dari Hendrik Tjuandi sebanyak Rp390juta, Loekito Sudirman Rp64 juta, Rendy Gowary Rp200 juta, Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng Rp 150 juta dan Rudy Hartono Rp435 juta. (isak/B)