Terungkap di Sidang Suap BPK, Sekretariat DPRD Sulsel Punya Utang Rp1,5 M ke Fitriah Zainuddin

  • Bagikan
Sidang lanjutan kasus dugaan suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas PUTR Sulsel di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (22/2/2023). Foto: ISAK PASA'BUAN/RAKYATSULSEL.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Fakta baru terkait adanya tekor pada kas keuangan di Sekretariat DPRD Sulsel terbongkar dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas PUTR Sulsel.

Hal itu terungkap saat mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Pemprov Sulsel, Fitriah Zainuddin dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus ini di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (22/2/2023).

Dalam kesaksiannya, Fitriah menyampaikan adanya peminjaman uang sebesar Rp1,5 miliar oleh Sekretariat DPRD Sulsel kepada dirinya untuk menutupi kas tekor sebesar Rp20 miliar. Uang yang dipinjamkan itu berlangsung dua kali yakni tahun 2016 dan 2020.

Dimana pada tahun 2016, dirinya meminjamkan uang sebanyak Rp1,8 miliar dan sudah dilunasi. Namun untuk pinjaman 2020 sebesar Rp1,5 miliar belum dilunasi.

"Yang ini (pinjaman uang tahun 2020 sebesar Rp1,5 miliar) belum ada (pelunasan)," kata Fitriah saat memberikan keterangan di ruang sidang.

Fitriah lanjut menjelaskan, peminjaman uang miliaran itu bermula saat Sekretaris DPRD (Sekwan) Sulsel, Muh Jabir bersama Bendahara Sekwan, Darusman Idham menemuinya di RS Labuang Baji, tepatnya 21 Juni 2020 lalu. Dalam pertemuan itu, Jabir dan Darusman menyampaikan permintaan bantuan kebutuhan dana yang mendesak untuk kantornya atau DPRD Sulsel sebesar Rp1,5 miliar.

Permintaan itu pun kata Fitriah kemudian disanggupi dan uang miliaran itu diberikan pada 24 Juni 2020. Saat proses penyerahan uang juga dilakukan pembuatan surat perjanjian utang piutang yang disaksikan langsung oleh suami, anak dan pengacara Fitriah.

Lalu saat surat perjanjian utang piutang tersebut hendak disetujui, Jabir meminta agar nama pihak pertama diganti menjadi Bendahara DPRD Sulsel, Darusman. Setelah perubahan tersebut, kedua belah pihak sepakat dengan menandatangi surat perjanjian utang piutang.

"Setelah itu saya pergi ke bank untuk melakukan pencairan deposito sebesar Rp1,5 miliar. Setelah pencairan itu, uang saya berikan langsung ke Darusman," ucapnya.

Dalam perjanjian utang piutang itupun Jabir dan Darusman menyerahkan rumah, tanah dan kendaraan sebagai jaminannya. Dalam persidangan, Fitriah mengaku uang yang dipinjam tersebut dijanjikan dalam waktu satu tahun akan dikembalikan. Hanya saja sampai saat ini tak kunjung dikembalikan.

"Saya pegang sertifikatnya untuk dua unit rumah, dua bidang tanah, dua BPKB mobil dan satu set alat musik elekton. Tapi sampai sekarang belum dibayar (lunas) pak," ujarnya.

Karena tak kunjung dilunasi, Fitriah mengaku telah menjual satu mobil Honda HRV seharga Rp200 juta. Fitriah juga mengaku setelah meminjamkan uang tersebut, dia hanya menerima bunga pinjaman sebesar 5 persen per bulan atau sebesar Rp75 juta. Bahkan jika ditotal, jaminan dengan uang yang dipinjamkan Fitriah disebut nilainya belum cukup.

Terkait utang piutang ini, Fitriah mengaku sudah pernah menagih ke Jabir soal pelunasan utang. Namun, Sekwan berdalih belum ada uang dan diarahkan untuk menagih ke Darusman.

Pada April 2021, Fitriah kembali menagih. Jabir lalu mempertemukannya dengan Ketua DPRD Andi Ina Kartika Sari dan Wakil Ketua, Darmawangsyah Muin. Dua pimpinan DPRD itu berjanji akan memfasilitasi untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun, hingga bulan Juli 2021, tak ada solusi.

Fitriah kemudian kembali menemui Andi Ina di ruangannya ditemani Jabir. Ina disebut menyampaikan sanggup membantu membayar bunga pinjaman senilai Rp9 juta per bulan.

"Secara total sebesar Rp40 juta dan pada bulan November dibayarkan oleh Jabir Rp5 juta. Namun sampai saat ini saya belum menerima pembayaran utang pokok. Ini tidak ada solusi untuk pelunasan utang itu pak. Saya ini hanya ingin membantu saja," sebutnya.

Terpisah JPU KPK, Zaenal Abidin mengatakan pinjaman uang dari saksi Fitriah ke Sekretariat DPRD Sulsel sebesar Rp1,5 miliar memiliki keterkaitan dengan temuan BPK soal kas tekor sebesar Rp20 miliar tahun 2019.

Akibat kas tekor tersebut, Sekretariat DPRD Sulsel berusaha untuk mengembalikan temuan tersebut dengan cara meminjam ke sejumlah pihak.

"Iya, terkait kas tekor yang Rp20 miliar itu. Kan itu ada missing link-nya (keterkaitan) kan, karena kas tekor DPRD itu berkaitan dengan pemeriksaan BPK ini LKPD Pemprov Sulsel tahun 2019," ucapnya.

Zaenal menyebut saksi Fitriah berani meminjamkan uang sebesar Rp1,5 miliar karena kepercayaan. Alasannya, pada tahun 2016, Sekretariat DPRD Sulsel juga pernah meminjam uang sebesar Rp1,8 miliar dan sudah dilunasi.

Dia dari 2016, saksi Fitriah ini sudah beberapa kali meminjamkan uang kepada DPRD Sulsel. Nah, di tahun sebelumnya sudah dibayarkan, namun di tahun 2020 belum terbayarkan sampai saat ini sejumlah Rp1,5 miliar," pungkasnya. (isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version