Saling Salip di Hasil Sigi

  • Bagikan
karikatur/rambo

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Golkar dan Partai Demokrat bersaing memperbaiki peringkat dalam sejumlah survei elektabilitas, jelang setahun pelaksanaan Pemilihan Umum 2024. Survei terbaru dari Litbang Kompas menyebutkan, Golkar dan Demokrat saling salip di posisi tiga dan empat. Di papan tengah, NasDem mulai merangkak naik.

Wakil Ketua Partai Golkar Sulsel, Arfandi Idris mengatakan semua partai memiliki metode tersendiri dalam sosialisasi maupun kaderisasi. Menurut dia, bila ada riset yang mempublikasikan elektabilitas Partai Golkar yang terus melambung, hal itu disebut wajar. Menurut dia, Golkar selalu hadir saat Indonesia dalam kondisi bencana maupun situasi lainnya.

"Saya kira kondisi ini membuat Golkar terus memikirkan terjun langsung ke bawah. Ketua Umum Airlanggaselalu memikirkan bantuan untuk masyarakat Indonesia, utamanya saat terjadi Covid-19. Semua itu kami yakini ada efeknya ke Partai Golkar," ujar Arfandy.

Anggota DPRD Sulsel Sulsel itu meyakini setahun sebelum pemilu, elektabilitas Partai Golkar akan terus menanjak. Ia menilai kerja-kerja partai diserta dengan bantuan serta program untuk masyarakat kecil di semua pelosok Indonesia akan memberikan kekuatan baru kepada Golkar menghadapi Pemilu 2024.

"Kami yakin dan percaya upaya dan lerja keras semua kader pusat dan daerah akan memberikan dampak positif pada Pemilu 2024," imbuh politikus senior ini.

Adapun, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Sulsel, Andi Januar Jaury secara singkat menyebutkan meskipun Demokrat belum masuk dalam survei dengan hasil signifikan, tapi, hasil Pemilu 2024 yang akan menjadi ajang pembuktian. Januar meyakini, upaya yang dilakukan Ketua Umum Agar Harimurti Yudhoyono dan kader di daerah akan memberikan dampak positif bagi Partai Demokrat.

"Bagi kami survei hanya prediksi. Pembuktianya, kan, di pemilu. Yang penting sekarang bagaimana mengupayakan mesin partai hingga ke bawah terus bergerak bersama di Pemilu 2024," imbuh anggota DPRD Sulsel itu.

Litbang Kompas merilis hasil survei elektabilitas partai politik menjelang Pemilu 2024. Survei tersebut dilakukan pada periode 25 Januari sampai 4 Februari 2023. Sebanyak 1.202 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi.

Tingkat kepercayaan pada survei ini 95 persen, margin of error plus minus 2,83 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Sementara itu, di papan tengah ada pergerakan signifikan dari NasDem. Elektabilitas Partai NasDem di periode ini sebesar 7,3 persen atau mengalami kenaikan dibandingkan hasil survei Litbang Kompas pada periode 24 September-7 Oktober 2022 sebesar 4,3 persen.

Sedangkan elektabilitas PKS jika dibandingkan periode 24 September-7 Oktober 2022 mengalami penurunan. PKS pada survei Litbang Kompas Februari 2023 mendapat elektabilitas 4,8 persen. Jumlah tersebut menurun dari sebelumnya 6,3 persen.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amri Arsyid mengatakan survei punya indikator masing-masing dalam perolehan hasil. Dia mengatakan, akan mengambil sisi positif sebagai suatu cambuk untuk lebih memperbaiki performa kepada publik.

"PKS sudah biasa terhadap hasil survei yang rendah," ujar Amri.

Menurut dia, menurunnya survei PKS boleh jadi dipicu oleh lambatnya deklarasi kandidat presiden yang akan diusung. Menurut dia, deklarasi baru akan dijadwalkan di sela-sela pelaksanaan rapat kerja nasional di Jakarta.

"Setelah deklarasi bakal calon presiden, akan dilihat apakah ada korelasi dengan elektabilitas partai," imbuh dia.

Amri mengatakan, DPP PKS telah memberi instruksi untuk tetap meningkatkan aktivitas sosialisasi khususnya bakal calon legislatif di daerah masing-masing. Waktu satu tahun menuju pemilihan dirasa sangat cukup untuk berbuat maksimal.

"Kalau terlena dengan hasil survei sebelumnya bahaya juga. Makanya hasil survei itu menjadi cambuk bagi kami untuk membenahi yang masih kurang," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Imam Fauzan menganggap remeh hasil survei Litbang Kompas. PPP berada di bawah ambang batas yakni 2,3 persen.

"Saya cuman mau ingatkan dua minggu sebelum pemilihan 2019, survei PPP ada di angka 1 sekian persen. Paling tinggi 2,1 persen, seingat saya itu dua minggu sebelum pemilihan. To,h terbukti kami bisa melebihi ambang batas parlemen," ujar Imam.

Menurut dia, survei tersebut tetap akan menjadi pemacu kader PPP untuk bekerja agar perolehan suara bisa maksimal pada 2024.

Pemilu 2024 DPP PPP mematok target perolehan 40 kursi di Senayan. Di Sulsel, kata Imam, semua daerah pemilihan diharapkan dapat terisi.

"Kemarin DPP sudah sampaikan, PPP yakin lebih dari parlemen threshold dengan target minimal 40 kursi. Khusus di Sulsel, insyaallah akan mengutus tiga orang ke Senayan," ujar Imam.

Direktur Eksekutif lembaga Paramater Publik Indonesia (PPI), Ras Md menuturkan, elektoral parpol di tingkat nasional dan lokal masih relatif. "Dukungan kepada partai masih sangat dinamis," ujar dia.

Ia menjelasakan, keterpilihan partai politik masih sangat dinamis, apalagi fase pelaksanaan pemilu masih setahun lagi. Sehingga, aneka hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei nasional perihal elektabilitas parpol hanya sekadar gambaran saja tentang posisi partai politik tersebut.

"Artinya, angka elektabilitas yang diekspose ke publik saat ini sangat memungkinkan berubah di hari pemilihan nantinya," ujar Ras.

Menurut dia, pemilu kali ini adalah fase transisi pemerintahan dua periode Jokowi. Tentu akan sangat berdampak pada elektoral partai. Contoh saja, saat ini PDIP dan Gerindra selalu berada dalam posisi dua besar.

Akan berbeda nantinya jika kedua partai besar ini tidak mendukung capres-cawapres potensial pilihan rakyat, maka pergeseran dukungan partainya akan berdampak.

Olehnya itu, kata dia, partai papan atas saat ini belum tentu akan finis di urutan teratas. Peluang partai menengah dan partai papan bawah maasi sangat terbuka untuk naik.

Selain memperhatikan efek ekor jas capres dan cawapres potensial, ada beberapa hal yang mesti dilakukan agar partai tersebut tetap selamat dalam hitungan PT 4 persen. Pertama, partai menengah yang memiliki kader di legislatif dan eksekutif, mesti lebih memaksimalkan kinerjanya. Seperti halnya ketua PAN, Zulkifli Hasan yang saat ini menjabat sebagai menteri perdagangan.

"Posisi yang cukup strategis ini mestinya menjadi peluang elektoral bagi partai PAN jika Zulkifli Hasan mampu membuat kebijakan yang bersifat populis. Contoh, membuat kebijakan harga sembako yang terjangkau," terangnya.

Kedua, selain efektivitas kinerja para kader partai di legislatif dan juga eksekutif, partai juga mesti cerdas dalam menyusun komposisi calegnya ditiap dapil disemua tingkatan. Tentu menghadirkan caleg-caleg potensial, caleg yang punya daya dongkrak elektoral. Karena bagaimanapun itu, suara caleg lebih besar dari suara partai.

"Sehingga penentuan caleg potensial adalah hal yang sangat mendasar," tutup dia.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Naharuddin menyebutkan bahwa saat ini partai bawah atau parpol menengah menghadapi tantangan besar di Pemilu 2024.

"Tentu mendirikan partai tidak sekadar membentuk kelompok arisan atau sejenisnya. Tapi, mendirikan suatu partai harus jelas yang menjadi ideologi, visi, dan misi, kemudian organisasinya, kemudian mekanismenya. Inilah yang bermasalah model kepartaian di Indonesia," katanya.

Akademisi Unhas itu berpandangan partai itu harus pandai-pandai memotret apa yang harus menjadi kebutuhan dasar dari masyarakat di wilayah tersebut. Itulah yang harus dijadikan program dasar partai dalam memikat hati pemilih.

Selain itu, aktor dalam partai tersebut mampu meyakinkan pemilih. Mampu meyakinkan pemilih ini bisa dilihat dari performance aktor kader tersebut dan dilihat dari kemampuan intelektual.

Dia menambahkan, bila elektabikitas partai belum capai, maka ini harus mencari celah apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan melihat segmen pemilih itu seperti apa.

"Ambil contoh sekarang pemilih milenial, yah, pendekatan milenial itu tidak bisa disamakan kepada pemilih yang berada di mariginal itu. Pendekatannya berbeda dan proses sosialisasi juga akan berbeda. Partai harus pandai merekrut orang orang yang paham seirima keinginan pemilih bila ingin eleektabilitasnya terkerek naik," ujar Naharuddin.

Sementara, Manager Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandi Syam mengatakan, tren elektoral masing-masing parpol akan terus dinamis seiring dengan pergerakan parpol. "Sehingga posisi elektoral dari masing-masing parpol masih akan mengalami perubahan," ujar dia.

Nursandi mengatakan, ada dua hal besar yang akan mempengaruhi posisi elektoral partai pada Pemilu 2024. Pertama, efektivitas pergerakan caleg-caleg yang dimiliki oleh partai dan kedua, arah dukungan dan kerja-kerja kepartaian dalam mengkampanyekan capres dan cawapres. (Suryadi/B)

  • Bagikan

Exit mobile version