MAKASSAR, RAKYATSULSEL - WALHI Sulsel menggelar diskusi untuk membincangkan penghentian kasus pendudukan Kawasan Hutan Lindung Pongtorra di Kabupaten Toraja Utara, Jumat (24/2/2023).
Kasus pelanggaran tindak pidana dan telah merusak hutan lindung di kawasan hutan lindung yang dilakukan oleh salah satu oknum anggota DPRD Provinsi Sulsel, Jufri Sambara.
Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, Arfandi Anas menyayangkan terkait pendudukan kawasan hutan lindung tersebut.
"Kenyataan ini sangat ironis dan mengkhawatirkan bagi ekosistem dan daya dukung wilayah sulawesi selatan. Jika praktik ini terus dibiarkan maka dampaknya akan mengancam masyarakat sekitar dengan lingkungan," tegasnya.
Sebelumnya WALHI Sulsel telah melaporkan tindak pidana ini ke Polda Sulsel. Namun proses penyidikan tidak dilanjutkan dengan alasan kawasan hutan tidak memiliki tapal batas, padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menerbitkan Surat Keputusan (SK) 362 tahun 2019 tentang kawasan hutan.
Alasan tapal batas inilah membuat status tersangka JS tidak memiliki kejelasan dari penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Polda Sulsel. Jika alasan kawasan hutan belum memiliki tapal batas dan itu menjadi rujukan Penyidik Polda Sulsel maka SK 362 yang diterbitkan kementerian KLHK.
"Dalam proses penanganan perkara setelah dikembalikan kejaksaan, kami pernah meminta apa sebenarnya kendala sehingga kami pelapor bisa berkontribusi. Namun tidak ada respon yang kami dapat. Sehingga kami tidak tau apa yang mendasari penghentian kasus pada 27 Desember 2022," kata Arfandi.
Sementara itu, Analis Informasi Sumber Daya Hutan Dinas Kehutanan Sulsel, Nur Ardansyah mengemukakan terkait proses pengajuan pelepasan kawasan Hutan Lindung Pongtorra.