JAKARTA, RAKYATSULSEL - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menduga kuat aparat kepolisian telah menjadi instrumen untuk memindas, mengintimidasi, dan kriminalisasi Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.
Menurut dia, Helmut merupakan pengusaha tambang yang memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tak pernah menyerah memperjuangkan miliknya di PT CLM. Perusahaan milik Helmut telah diambil paksa secara melawan hukum oleh Zainal Abidinsyah Siregar yang diduga dibacok up oleh seorang pengusaha besar bersama Syamsuddin Andi Arsyad, sebagai pemilik saham.
Menurut Sugeng, upaya membungkam Helmut terlihat nyata setelah penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan melakukan penahanan. Ironisnya, kata Sugeng, upaya tersebut didahului penyidik dengan mengeluarkan surat penangkapan tanpa memperlihatkan surat penetapan tersangka.
Hal itu, dilakukan setelah Helmut diperiksa maraton di Bareskrim Polri pada Selasa, 22 Februari 2022 hingga Rabu pagi, 23 Februari 2023 didampingi oleh tim kuasa hukum.
"Keluarnya surat penetapan tersangka dan penetapan penangkapan terhadap Helmut terlihat dipaksakan karena dilakukan penyidik dengan cara maraton melalui gelar perkara pada hari itu juga," ujar Sugeng, Sabtu (25/2/2023).
Helmut diduga melakukan tindak pidana pemegang IUP, yang dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu melalui laporan polisi oleh anggotanya Polri di Polda Sulsel bernomor: LP/A/421/XI/2022/DITKRIMSUS/SPKT POLDA SJLSEL tertanggal 16 November 2022 yang dinaikkan status sidiknya tanggal 16 November 2022 hari yang sama.
Laporan itu dibuat 11 hari setelah perusahaan pertambangan nikel PT. CLM yang dipimpin Helmut dicaplok oleh Zainal Abidinsyah Siregar yang mengerahkan banyak aparat Polri dari berbagai satker termasuk Dirkrimsus Polda Sulsel dan Kapolres Luwu Timur berada di lapangan pada 5 November 2022 agar tidak ada perlawanan dari karyawan yang tidak setuju.
Menurut Sugeng, bila pasal 159 Undang-undang Minerba yang dikenakan untuk menahan Helmut, maka seharusnya perlakuan serupa patut dikenakan juga pada direksi PT CLM yang saat ini disandang oleh Zainal Abidinsyah Siregar yang mengklaim diri sebagai Dirut PT. CLM pasca mengambil alih secara melawan hukum.
Di samping itu, sambung Sugeg, kalau merujuk pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perijinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara maka perbuatan Helmut bukan tindak pidana melainkan pelanggaran administratif.
"Sebab, hak, kewajiban, dan larangan pemegang IUP ada di Pasal 59 sampai dengan Pasal 69 Peraturan Menteri, termasuk di dalamnya adalah mengenai penyusunan dan penyampaian RKAB," imbuh Sugeng.
dia menegaskan, praktik penggunaan kewenangan polisi untuk mengkriminalisasi warga negara atas pesanan pihak tertentu bahkan pihak yang diduga mafia tambang in perlu mendapat perhatian Kapolri dan Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud M.D, agar sinyalemen Polisi mengabdi pada Mafia yang dilansir Kamarudin Simanjuntak adalah tidak benar.
"Kalau ternyata tidak ada pembenahan atas dugaan penyalahgunaan kewenamgan ini maka bisa dinilai benar adanya polisi mengabdi pada mafia. IPW sendiri berusaha menempatkan bahwa pihak-pihak tersebut adalah oknum polisi," tegas Sugeng
Dia meminta Mabes Polri harus menjelaskan secara terbuka sesuai program Polri Presisi yang menjabarkan transparansi berkeadilan. Karena, kata Sugeng, bukan zamannya lagi di era Jenderal Listyo Sigit Prabowo, para penyidik bermain plintat plintut karena ada pesanan dari petinggi Polri dan pengusaha besar.
"Kapolri harus menyelidiki pembungkaman dan kriminalisasi terhadap Helmut Hermawan. Sebab masih ada lima laporan polisi lain yang diarahkan dan diduga akan digunakan untuk menekan dan mempidanakan Helmut agar tunduk dan menyerah dalam memperjuangkan haknya," ujar Sugeng.
Aduan laporan lainnya yakni Laporan Polisi bernomor: LP/B/107/XI/2022 SPKT Polres Luwu Timur/ Polda Sulawesi Selatan tertanggal 5 November 2022 tentang pencurian nikel ore. Kemudian disusul Laporan Polisi Nomor: LP/ B/ 108/ XI/ 2022/ SPKT/ POLRES LUWU TIMUR/ POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 8 November 2022 tentang penggelapan.
Disamping Laporan Polisi bernomor: LP/B/1230/XI/2022/SPKT/DIT KRIMSUS/POLDA SULAWESI SELATAN yang dilaporkan pada tanggal 15 November 2022 tentang pembangunan dan pengembangan terminal khusus tanpa ijin lingkungan. Kemudian Perusahaan nikel di Luwu Timur tersebut juga dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor Laporan Polisi: LP/B/0558/IX/2022/ SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 26 September 2022 tentang tindak pidana di bidang tambang pasal 158 dan pasal 161 UU Minerba. Terbaru adalah laporan polisi bernomor: LP/A/473/XII/2022/Ditreskrimsus/SPKT Polda Sulsel tanggal 20 Desember 2022 tentang tindak pidana tata ruang dan lingkungan hidup.
Untuk itu, IPW berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan penjelasan dan perlindungan pada warga negara yang ditindas dengan menggunakan instrumen kewenangan polisi karena adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan ekonomi besar. Praktek-praktek seperti ini akan menjadikan institusi Polri tidak dipercaya publik. (*)