KLHK-Pemprov Sulsel Garap Proyek Indonesia’s FoLU Net Sink 2030

  • Bagikan
SOSIALISASI. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia bersama Pemprov Sulsel melakukan sosialisasi terkait Indonesia's FoLU (Fotestry and Other Land Uses) Net Sink 2030 di Baruga Pattingalloang, Rujab Gubernur Sulsel, Senin (27/2/2023). Foto: ABU HAMZAH/RAKYATSULSEL.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia memasifkan upaya pemertahanan kondisi alam terhadap perubahan iklim utamanya efek gas rumah kaca.

Hal itu dimulai dengan proyek Indonesia's FoLU (Fotestry and Other Land Uses) Net Sink 2030 mulai menyentuh wilayah Sulawesi Selatan di tandai dengan sosialisai bersama pemprov sulsel di Baruga Pattingalloang, Rujab Gubernur Sulsel, Senin,(27/2/2023).

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Ruandha Agung Sugardiman menyampaikan, proyek jangka panjang tersebut secara sederhana merupakan suatu kondisi di mana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030.

Kata dia, keseriusan tersebut dicantumkan dalam sebuah regulasi Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 tentang FoLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim pada tanggal 24 Februari 2022.

Ia mengutarakan dalam mewujudkan proyek nasional ini, ada tiga aksi yang perlu dilakukan tiap Pemerintah Provinsi. Yakni pengurangan emisi, aksi mempertahankan hutan-hutan, dan menambah tutupan hutan.

"Penurunan emisi dilakukan dengan mengurangi deforestasi (penebangan hutan), kita bikin seminimal mungkin, kita jaga tidak terjadi kebakaran hutan, dan menjaga hutan-hutan kita. Karena terbukti membangun (membuat) hutan itu lebih sulit dari pada mempertahankan," tukasnya, Senin (27/2/2023).

Dalam upaya mempertahankan hutan itu, lanjut Ruandha, beberapa aksi bisa dilakukan seperti patroli, pendekatan hukum, pemantauan. Aksi peningkatan cadangan karbon di daerah juga perlu dilakukan. Itu dengan cara memasifkan penanaman pohon.

"Apalagi Sulsel merupakan produsen utama Kapal Phinisi, sehingga perlu memastikan tersedianya sumber bahan baku pembuatannya. Itu diharapkan keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam menyediakannya sejak dini," ujarnya.

Dalam pelaksanaannya ia mengakui bahwa perlu pendanaan, SDM, dan capacities building. Penjaringan semua komponen yang ada, dilakukan. Baik dari dalam maupun luar negeri. "Sudah ada Rp14 triliun, dan ini bisa dipakai untuk kegiatan paling tidak sampai 2024 nanti," ucapnya.

Pihaknya pun sudah memberikan atensi pada para perusahaan tambang untuk melakukan penanaman kembali pohon sebagaimana kawasan yang telah mereka gundulkan. Masih ada beberapa perusahaan, kata ia, yang belum melakukan pemenuhan untuk itu.

Tutupan hutan di Sulawesi Selatan, kata ia, masih terhitung paling bagus di wilayah Sulawesi, bahkan Indonesia Timur. Berbeda dengan di daerah Jawa yang relatif kurang.

Anggota Komisi IV DPR RI Azikin Solthan membeberkan, pengawasan, perundangan dan penganggaran dipastikan menjadi dukungan. Dalam rangka melestarikan hutan.

"Tapi yang tak kalah penting adalah partisipasi masyarakat bersama seluruh aparat menjaga hutan itu. Karena kelestarian itu bukan untuk kepentingan siapa, tapi untuk masyarakat dan generasi yang akan datang," cetusnya.

Penjabat Sekretaris Provinsi Sulsel Andi Aslam Patonangi mengutarakan, dalam rangka mengurangi gas rumah kaca dengan capaian nantinya di tahun 2030, sinergi dilakukan antara Pemda dan pemerintah pusat. Salah satunya mengoptimalkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon.

"Ada beberapa hutan kita, taman nasional Bantimurung, hutan Jompie, hutan Enrekang, dan terdekat ada di Puncak. Diharapkan mampu menjalankan fungsi dalam menyerap CO² equivalent (CO²-eq)," kata Aslam.

Meskipun Sulsel kata Aslam, tidak bersumbangsih besar terhadap emisi karbon, namun Pemprov tetap berkomitmen dalam ikut instruksi program nasional. Kontribusi Sulsel tetap pada pengurangan emisi gas rumah kaca sekaligus menyiapkan tempat-tempat penyerapannya.

Apalagi, Pemprov saat ini menjalankan program satu juta pohon oleh anak sekolah yang dirawat sebagai pendidikan karakter pemuda. Tidak hanya penanaman di lingkungan pegunungan atau hutan, tapi juga menggalakkan penanaman bakau di wilayah pesisir Sulsel.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulsel Hasbi A Nur mengutarakan, indeks kualitas lingkungan hidup Sulsel naik tahun 2022 sebesar 7,4 poin, di atas tahun 2021 sebesar 7,1 poin. "Ada empat penyebab peningkatan, indeks potensi lahan, indeks kualitas air, indeks kualitas air laut, dan indeks kualitas udara," terangnya.

Kepala Dinas Kehutanan Sulsel, Bakti Haruni memaparkan, kondisi hutan di Sulsel masih dalam kategori baik dan menjalankan fungsinya. Tingkat tutupan hutan di angka 33 persen.

"Sumbangan terbesar dari emisi gas itu berada dari sektor energi. Sementara Sulsel kalau sektor energinya cukup bagus karena ada diversifikasi pemanfaatan. Kita punya tenaga angin, tenaga air, di provinsi lain tidak ada dan patut kita syukuri," pungkasnya. (abu/B)

  • Bagikan