Figur Penentu Gubernur Baru

  • Bagikan
karikatur/rambo

MAKASSAR, RAKYATSULSEL.CO - Sejumlah tokoh Sulawesi Selatan diprediksi akan turun gunung dalam pemilihan Gubernur Sulsel 2024. Jusuf Kalla, Syahrul Yasin Limpo, Aksa Mahmud, Amran Sulaiman, Nurdin Halid, merupakan deretan nama yang bisa menjelma sebagai 'king maker'.

Keberadaan tokoh-tokoh ini kerap 'bermain' di balik layar. Daya tarik dan pengaruh mereka sering menjadi penentu bagi seorang kandidat dalam meningkatkan elektoralnya.

Tanda-tanda kehadiran tokoh-tokoh Sulsel pada Pilgub Sulsel sudah tampak jauh-jauh hari. Beberapa waktu lalu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi endorse kepada mantan Panglima Kodam Hasanuddin, Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki. Andi Muhammad dinilai layak untuk menjadi pemimpin di Sulawesi Selatan.

Tokoh-tokoh ini juga berkaitan erat dengan sejumlah nama yang kerap disebut-sebut akan meramaikan Pilgub Sulsel 2024. Sebut saja, Adnan Purichta Ichsan yang merupakan ponakan dari Syahrul Yasin Limpo. Andi Sudirman Sulaiman, adik mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Begitu pula Ilham Arief Sirajuddin yang tetap menjalin hubungan baik dengan Jusuf Kalla sebagai sesepuh di Partai Golkar dan Nurdin Halid, sebagai sosok di balik kembalinya IAS ke Partai Golkar.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto menilai, pengaruh tokoh-tokoh politik tersebut dalam menggiring opini masyarakat di Sulsel akan cukup signifikan.

"Tokoh seperti JK, SYL, dan AAS memiliki jaringan politik luas yang bisa dimobilisasi untuk keperluan elektoral," kata Ali.

Selain jejaring luas, tokoh tersebut merupakan figur yang jadi panutan di Sulsel. Apalagi JK yang pernah menjabat Wakil Presiden, SYL pernah menjabat Gubernur Sulsel dua periode dan kini menjabat Menteri Pertanian. Begitupun AAS, pernah menjabat Menteri Pertanian selama lima tahun.

"Secara otomatis bisa digunakan pengaruhnya untuk mempengaruhi opini pemilih. Dengan kapasitas yang seperti itu, tentu saja tokoh tersebut akan bisa memberikan efek elektoral yang kuat kepada siapapun didukungnya," ucap Ali.

Dampaknya, sambung Ali, figur yang memiliki kans untuk bertarung di Pilgub maupun Pilkada dengan kedekatan emosional dengan para tokoh tersebut, secara tidak langsung memberikan pengaruh positif.

"Meskipun kerap tidak begitu efektif," timpal dia.

Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia, Ras Md menilai pengaruh tokoh di balik pertarung politik di Sulsel memang menjadi syarat kekuatan seorang figur. Apalagi bila konteksnya adalah Pilgub Sulsel.

"Hanya saja, yang mesti digaris bawahi adalah pengaruh tokoh hanya sebatas tingkat elit saja. Seperti kebijakan rekomendasi partai atau yang berkaitan dengan ketersediaan logistik," ujar Ras.

Ras menilai, untuk mempengaruhi level grassroot (akar rumput) diinilai tidak akan signifikan. Dia mengatakan, daya tarik kandidat kembali pada figur itu sendiri berupa personalnya layak diterima publik Sulsel atau tidak.

"Walaupun sosoknya dapat dukungan politik dari sejumlah tokoh nasional, namun dari pengalaman politik yang ada, elektabilitas figur sangat dipengaruhi oleh kekuatan personal figur itu sendiri," kata Ras.

Dia menyebutkan, masih banyak 'hukum kemungkinan' yang bisa terjadi ke depan. Apakah figur yang hari ini menyatakan siap maju namun tak jadi maju, ataukah figur hari ini terlihat tak sejalan namun berpasangan nantinya. Kondisinya masih sangat dinamis.

"Sikap mereka akan terlihat setelah pemilu di 2024 mendatang. Hal yang pasti, afiliasi tokoh terhadap figur yang punya hubungan dekat hanya Andi Amran Sulaiman dengan Syahrul Yasin Limpo," ujar dia.

Pengamat politik Andi Naharuddin menilai kandidat yang disokong nama besar memiliki peluang cukup baik. Apalagi jika kandidat tersebut sudah lebih dulu memiliki elektoral. Namun di sisi lain, kata dia, figur yang didukung nama besar perlu melakukan kampanye dan sosialisasi lebih aktif.

"Harus bergerak meyakinkan masyarakat mengenai program yang akan dijalankan ketika memimpin nantinya," ujar dia.

Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menyebutkan, pengaruh para tokoh tersebut ditentukan terhadap gerakan yang dilakukan. Apakah terlibat langsung mengkampanyekan kandidat tertentu atau cara lain.

"Pengaruhnya sangat bergantung dari seberapa besar penetrasi politik dari tokoh-tokoh itu. Apakah mereka terlibat langsung mengkampanyekan jagoannya atau memberi dukungan bentuk lain," ujar Nursandy.

Direktur Eksekutif PT Indeks Politica Indonesia (PT IPI), Suwadi Idris Amir mengatakan, pada 2024 figur butuh dukungan tokoh-tokoh berpengaruh untuk membantunya meyakinkan pemilih.

"Sebab kemungkinan besar 2024 tingkat pragmatisme pemilih cukup tinggi karna efek ekonomi yang belum stabil setelah pandemi," ujar dia.

Menurutnya, kehadiran tokoh-tokoh di balik layar sangat dibutuhkan calon untuk menjadi alasan pemilih mendukung figur calon.

"Apalagi tokoh-tokoh tersebut selain meminta loyalisnya mendukung pilihannya. Tentu saja bantuan cost politik juga sangat dibutuhkan oleh calon," kata Suwadi.

Dia menegaskan, para tokoh di balik layar punya calon. Hanya saja mereka tak ingin menyampaikan ke publik. Belum lagi adanya dukungan lainya sebagai support ke kandidat calon.

"Misalnya, AAS dan SYL, lebih besar pengaruhnya ke figur cagub. AAS misalnya cendrung mendukung dari sisi cost politik. Kalau SYL punya basis dan jaringan donatur," imbuh Suwadi.

Sejumlah nama calon Gubernur Sulsel mulai mencuat ke publik. Sebut saja Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaimann (ASS), Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS).
Lalu ada juga Wali Kota Makassar saat ini Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto (DP), Wali Kota Parepare Taufan Pawe (TP).

Dari pimpinan partai tersebut nama Ketua Partai Gerindra Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras (AIA) dan Ketua Partai NasDem Sulsel Rusdi Masse (RMS). Tak lupa, ada mantan Panglima Hasanuddin, Andi Bau Sawa Mappanyukki.

Tentu, kekuatan tokoh di Sulsel sudah cukup teruji, apalagi mereka memiliki jaringan luas sampai ke tingkat nasional, baik kalangan politisi maupun pengusaha. Maka tidak heran jika keempat tokoh tersebut dianggap sebagai 'king maker' yang dapat menentukan arah koalisi partai politik maupun figur di Pilgub mendatang.

Misalnya JK, di Pilgub Sulsel 2018, dia dianggap memiliki peran besar di balik pencalonan Nurdin Abdullah. Begitupun AAS, dengan pengaruh yang dimiliki menjadikan adiknya, Andi Sudirman Sulaiman sebagai pendamping Nurdin Abdullah hingga berhasil terpilih. Padahal waktu itu nama Andi Sudirman tidak populer.

Bahkan pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman mampu menggandeng tiga partai politik sebagai pengusung, yakni, PDI Perjuangan, PKS dan PAN. Bahkan informasi yang dihimpun dibalik koalisi partai tersebut tidak lepas dari peran JK dan AAS.

Hanya saja pengaruh JK di Pilgub tak seperti Pilwali Makassar digelar di tahun yang sama. Kala itu, ponakannya, Munafri Arifuddin yang maju pada Pilwali Makassar 2018 gagal terpilih melawan kotak kosong. Padahal saat itu JK masih menjabat sebagai Wakil Presiden.

Lain hal dengan SYL. Meskipun di Pilgub 2018, adiknya Alm Ichsan Yasin Limpo (IYL) kalah dari Nurdin Abdullah, tetapi SYL masih cukup berpengaruh. Faktanya, meskipun kala itu IYL bertarung melalui jalur independen, tapi rerata kader partai pengusung Nurdin Abdullah menjadi tim pemenangan adik SYL.

Di sisi lain kemampuan Aksa Mahmud juga tidak bisa diragukan. Pasalnya konglomerat tersebut memiliki finansial cukup kuat. Meskipun menantunya, Munafri Arifuddin dua kali kalah di Pilwali Makassar pada 2018 dan 2020, tapi arah dukungan Aksa Mahmud patut diperhitungkan di kontestasi politik mendatang. (Suryadi/B)

  • Bagikan

Exit mobile version