MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Salah seorang ibu Bayangkari di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Ernawati ditangkap polisi atas kasus dugaan ujaran kebencian dan kebohongan yang disebarluaskan melalui akun sosial media (Sosmed) Tiktok pribadinya.
Ernawati diduga telah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan mengkampanyekan tagar #percumalaporpolisi dalam mencari keadilan atas kematian kakaknya bernama Kaharuddin yang tewas saat diamankan Satreskrim Polres Sinjai pada tahun 2019 atas kasus pencurian nasabah Bank.
Ernawati adalah ibu Bhayangkari atau seorang istri polisi berpangkat Aipda. Ia diamankan pihak Polda Sulsel melalui Unit Subdit V Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) pada hari Sabtu (4/3/2023) lalu di Jakarta. Ernawati dilaporkan oleh tiga orang polisi yang tugas di Polres Sinjai atas nama Sangkala, Kamaruddin dan Andi Mapparumpa.
Ketiga polisi tersebut melapor ke Ditreskrimsus Polda Sulsel usai fotonya dibuat konten oleh Ernawati yang diberi caption 'tiga anggota polisi DPO Rakyat Indonesia pembunuhan Alm Kaharuddin Dg Sibali. Ayo klarifikasi, dalam waktu tiga jam kau kemanakan alm (almarhum Kaharuddin)'.
"Berdasarkan laporan itu, kita berangkat ke Jakarta dan dilakukan penangkapan di Jakarta pada Sabtu (4/3/2023). Saat ini (Ernawati) sudah ditahan di Polda Sulsel. Ketika dipanggil pemeriksaan dia juga tidak datang," kata Dirreskrimsus Polda Sulsel, Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf, Senin (6/3/2023).
Helmi menyampaikan, Ernawati diamankan karena telah menyebar sejumlah ujaran kebencian terhadap institusi Polri melalui akun Tiktoknya bernama @ernawati_h.bakarrang02.
Selain memposting foto tiga anggota Polisi yang melapor, Ernawati juga membuat sejumlah konten yang diunggah dan diberi keterangan 'Sejarah kepolisian bhayangkari berani melawan kedzoliman polisi, dimana ada ketidakadilan disitu ada #ernawati #bongkar kebusukan POLRI yang selalu menlindungi polisi2 busuk'.
Termasuk, Ernawati memposting konten dengan narasi 'Di institusi polri sudah tidak ada orang yang jujur, polisi sudah seperti malaikat pencabut nyawa'.
Ernawati diduga melakukan hal tersebut karena yakin kakaknya meninggal dengan cara dibunuh saat ditangkap polisi. Apalagi pada pada saat penangkapan, Kaharuddin sempat ditembak pada bagian kakinya.
"Jadi pada Januari 2023 dia kembali memposting dengan mengarah pada ujaran kebencian. Kemudian ketiga anggota (polisi) tersebut membuat laporan ke Krimsus. Kemudian dilakukan penyelidikan dan penyidikan baik foto, video maupun narasi di video tersebut dan hasil gelar perkara apa yang dilakukan memenuhi unsur UU ITE dengan menyebarkan rasa kebencian dan kebohongan," sebutnya.
Akibat perbuatannya, Ernawati kemudian dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik(ITE). "Ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara," tuturnya.
Selain itu, Helmi juga menyampaikan ada dugaan Ernawati sengaja menyebarkan isu tersebut di akun sosial medianya untuk mendapatkan keuntungan. Banyaknya penonton yang mengunjungi akun Tiktok Ernawati disebut bisa bernilai ekonomi.
"Ada dugaan isu ini dijadikan profit oriented oleh dia. Di situ juga dijadikan media Ernawati jualan. Sebelum dia jualan dia sampaikan dulu bahwa dia terzolimi. Tapi itu tidak untuk mengkriminalisasi," bebernya.
Sementara Dirreskrimum Polda Sulsel Kombes Pol Jamaluddin Farti menjelaskan, awal mula Ernawati melakukan ujaran kebencian pada tahun 2019, dimana kakaknya Kaharuddin yang merupakan residivis pencurian berat (Curat) tewas setelah polisi melakukan tindakan tegas terukur.
Saat itu Kaharuddin ditangkap dan dibawa polisi untuk dilakukan pengembangan di Jeneponto, namun dalam perjalanan, tepatnya di Jalan Tanjung Bunga Makassar, Kaharuddin meminta izin ke polisi yang membawanya untuk buang kecil.
Polisi pun mengizinkan dan mengawal tersangka, hanya saja dia berusaha melarikan diri sehingga dilakukan tindakan tegas terukur dan mengenai lutut sebelah kirinya.
"Setelah ditembak, tersangka dibawa ke RS Bhayangkara. Saat tiba RS tersangka dinyatakan meninggal dunia," ucap Jamaluddin.
Setelah dinyatakan meninggal rencananya akan dilakukan autopsi oleh kepolisian, tapi pihak keluarga termasuk Ernawati sendiri saat itu menolak autopsi. Penolakan itu dibuktikan dengan menandatangani surat penolakan autopsi.
"Saat itu sudah tidak ada masalah, namun bulan Februai 2020 atau 7 bulan kemudian Ernawati buat Laporan Polisi (LP). Setelah memeriksa dan dilakukan gelar perkara dinyatakan tidak cukup bukti sehingga dihentikan pada Oktober 2022 karena polisi tidak terbukti melakukan pembunuhan," ujarnya.
Lebih jauh, Jamaluddin menjelaskan almarhum Kaharuddin merupakan residivis yang memiliki banyak LP, termasuk di Kabupaten Jeneponto dan Sulawesi Tenggara (Sultra).
"Tersangka ini ada 6 atau 7 LP dan dia juga sudah masuk penjara. Keluarganya pernah datang ke Polda Sulsel dan menyatakan keberatan dengan sikap Ernawati," tuturnya.
Kasus ini sudah dilakukan klarifikasi dari berbagai lembaga pengawas baik internal maupun eksternal. Baik dari Propam Polda Sulsel, Mabes Polri, Eksternal Ombudsman, LPSK dan Kompolnas sendiri namun tidak terbukti akan adanya pembunuhan seperti yang dituduhkan Ernawati.
Bahkan Ibu kandung Kaharuddin sendiri disebut telah ke Polda Sulsel dan menyatakan keberatan atas laporan Ernawati. "Terkait dengan perkara kemudian tetap dihentikan penyelidikan di Polda Sulsel," pungkasnya. (isak/B)