MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tiga pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan mengaku patungan untuk memulihkan potensi kerugian negara sebesar Rp 20 miliar berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada pengelolaan anggaran 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyiapkan langkah untuk mengusut praktik pengembalian uang jumbo tersebut.
Praktik pengembalian itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus korupsi suap auditor BPK Sulsel untuk pengurusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (7/3/2023).
Tiga pimpinan DPRD Sulsel yang hadir sebagai saksi yakni Ketua Andi Ina Kartika Sari (Partai Golkar) dan dua Wakil Ketua yakni Ni'matullah (Partai Demokrat) dan Darmawangsyah Muin (Partai Gerindra). Saksi lainnya yakni Sekretaris DPRD Sulsel Muhammad Jabir.
Dalam persidangan itu terungkap bawah DPRD Sulsel pernah mengalami kas tekor pada 2019 sekitar Rp 20 miliar lebih berdasarkan hasil pemeriksaan BPK Sulsel terhadap LKPD Sulsel TA 2019.
Jaksa KPK, Johan Dwi mencecar sejumlah pertanyaan kepada Andi Ina mengenai kas tekor Rp20 miliar tersebut. Sejumlah kegiatan diduga menjadi penyebab tekornya kas keuangan DPRD Sulsel.
"Kegiatan perjalanan dinas anggota DPRD, pembayaran penyetoran pajak, dan pengadaan makan minum," beber Andi Ina di dalam persidangan.
Selain itu, Andi Ina juga menyampaikan ada temuan lain seperti kegiatan reses anggota DPRD Sulsel, sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) dan terdapat juga temuan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang nilainya sekitar Rp6 miliar lebih.
Atas temuan itu, Andi Ina mengaku sempat menyampaikan ke Nurdin Abdullah yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur Sulsel. Selanjutnya, kata dia, bersama pimpinan DPRD Sulsel mengupayakan agar kas tekor tersebut bisa dibayarkan dengan tujuan Pemprov Sulsel dapat penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
"Saya sempat ketemu Pak Gubernur (Nurdin Abdullah) di suatu acara. Saat itu, saya sampaikan temuan itu. Karena temuan itu sudah ditindaklanjuti dengan cara disetorkan ke kas daerah sebelum LHP maka opini LKPD TA 2019 adalah WTP," ujar Andi Ina.
Untuk menutupi temuan tersebut, Andi Ina dan beberapa pimpinan kemudian patungan. Politisi Golkar menyumbangkan Rp 4 miliar. Uang itu berasal dari pinjaman ke rekannya bernama Petrus Yalim yang juga sebelumnya diperiksa atas kasus ini.
Pinjaman ke Petrus Yalim pun disertai jaminan berupa sertifikat salah Pulau Dutungan di Kabupaten Barru, yang diklaim milik keluarga Andi Ina.
"Melalui pimpinan Dewan, dalam hal ini ada wakil ketua dan saya sendiri kemudian mengusahakan bagaimana mengembalikan Rp20 miliar itu dan Pak Sekwan juga membantu mengumpulkan uang," ujarnya.
"Jadi bukan uang pribadi saya, saya meminta pinjaman kepada salah satu kenalan yang sudah seperti dari Petrus Yalim, sebagai orang yang mengelola salah satu aset keluarga saya di Kabupaten Barru," terangnya.
Belakangan, Petrus kerap mendapat megaproyek dari Pemprov Sulsel. Seperti, pembangunan jalan sepanjang 5,8 kilometer di Kawasan Pucak Maros, dengan kontak senilai Rp38 miliar lebih. Petrus juga ketiban 'rezeki' renovasi gedung Intalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dadi dengan nilai kontrak sebesar Rp12 miliar lebih.
Selain Andi Ina, Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni'matullah juga ikut patungan. Ketua Partai Demokrat Sulsel ini menyetor Rp 2,5 miliar.
Ni'matullah mengakui sumber uang itu berasal dari rekening pribadi dan dari uang kas Partai Demokrat Sulsel. Dia mengaku bahwa pembayaran kas tekor tersebut dibayarkan melalui hasil patungan beberapa anggota DPRD.
"Ibu Andi Ina mengajak kami untuk talangi dulu temuan BPK tersebut. Kami semua setuju atas usul tersebut," beber Ni'matullah.
Wakil Ketua DPRD Sulsel, Darmawangsa Muin menyetorkan sebesar urunan duit Rp 6 miliar. Dia tak menyebut secara spesifik sumber dana tersebut. Meski begitu, dia mengaku ikut patungan karena meras punya tanggung jawab moral.
"Selain karena permintaan Ketua DPRD Sulsel, saya juga punya tanggung jawab moril sebagai wakil ketua," ucap Darmawangsa.
Ketua Partai Gerindra Kabupaten Gowa itu menyatakan setuju bila temuan itu segera dikembalikan agar tidak berdampak buruk bagi citra lembaga DPRD Sulsel.
"Setelah saya berpikir ternyata memang lebih baik ketika kami mengembalikan temuan terlebih dahulu dengan cara menalanginya. Apabila tidak dibayar, temuan itu akan berdampak tidak baik bagi Sekretariat DPRD maupun akibat hukum ke depannya," imbuh dia.
Wakil Ketua Muzayyin Arif juga menyetor Rp 5 miliar. Politikus Partai Keadilan Seajhtera (PKS) itu belum simpat hadir bersaksi di pengadilan karena tengah berangkat umrah. Namanya disebut menyetor uang oleh Andi Ina di persidangan.
Adapun uang Rp 3 miliar dikembalikan melalui sekretariat dan bendahara DPRD Sulsel. Uang itu bersumber dari pinjaman Fitriah Zainuddin Rp 1,5 miliar dan uang pribadi bendahara Darusman Idam sebesar Rp 1,5 miliar.
KPK Siapkan Pengembangan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiapkan langkah penyembangan penyelidikan atas sejumlah fakta yang terungkap sidang kasus suap pegawai BPK Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas PUTR di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Utamanya pada pengelolaan uang di sekretariat DPRD Sulsel.
Pengelolaan uang yang dimaksudkan tersebut yaitu mengenai temuan BPK terhadap terhadap pemeriksaan LKPD Sulsel tahun anggaran 2019 yang berdampak pada kas tekor sebanyak Rp 20 miliar di Sekretariat DPRD Sulsel.
Kas tekor tersebut terjadi akibat ada dana yang dikeluarkan yang kemudian tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk kegiatan makan minum, perjalanan dinas DPRD Sulsel, kegiatan reses dan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda).
Jaksa KPK, Johan Dwi Junianto mengatakan kehadiran saksi dari unsur DPRD Sulsel adalah untuk menggali kasus ini. Termasuk soal pengamanan LKPD Sulsel TA 2020 yang disinyalir ada keterkaitannya dengan pihak DPRD Sulsel.
"Terkait temuan-temuan ini memang ada upaya, perintah untuk mengamankan dari BPK. Jadi sebenarnya keterkaitannya (saksi) seperti itu. Artinya nantinya apabila dari pengembalian temuan-temuan ini ada sangkut pautnya dengan pihak ketiga (kontraktor) nanti didalami," ujar Johan.
Johan menyebut, dari pengakuan Andi Ina Kartika Sari di ruang sidang, dia sempat menerima uang berupa pinjaman dari Petrus Yalim yang tak lain adalah salah satu kontraktor yang ikut mengumpulkan uang kepada Edy Rahmat.
Keterkaitan itu disebut nantinya akan didalami. Meskipun dari pengakuan Andi Ina Kartika Sari dia meminjam uang kepada Petrus Yalim sebesar Rp 4 miliar untuk membayar kas tekor di DPRD Sulsel dengan jaminan sebuah pulau di Kabupaten Barru.
"Sudah dibenarkan juga ibu Ina menjaminkan Rp 4 miliar Pulau Dutungan dari pak Petrus Yalim. Kemarin juga pak Petrus Yalim diperiksa sama (keterangan). Tapi, kan, logikanya, kenapa tidak pinjam di bank, kan, gampang," ujar dia.
Termasuk, kata Johan, adanya upaya mempertahankan WTP Provinsi Sulsel oleh unsur pimpinan DPRD Sulsel juga disebut akan didalami. Namun hal itu harus dilakukan dengan berkoordinasi dengan penyidik KPK yang menangani kasus ini.
"Kalau mungkin (ada temuan baru) kami akan mebuat laporan keputusan, diserahkan, diskusikan bersama dengan penyidik untuk kelanjutannya," ujar dia. (isak pasa'buan/B)