MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Upaya Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Faisal untuk melakukan pembenahan setelah menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinilai tidak sejalan dengan putusan majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar.
Hal ini disebabkan, pihak Yayasan RSI Faisal mengabaikan peran pengurus PKPU dalam tindakannya melakukan perbaikan dan pembenahan manajemen, terutama dalam hal menuntaskan kewajiban pembayaran utang.
Diketahui, berdasarkan penetapan majelis hakim Nomor 2/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Mks tertanggal 22 Agustus 2022, telah ditegaskan adanya kewajiban yang harus dituntaskan oleh Yayasan RSI Faisal kepada pengurus PKPU dan para kreditor. Telah ada kesepakatan antara para pihak terkait dalam proses penyelesaian utang RSI Faisal itu.
Berdasar pada alasan tersebut majelis hakim yang terdiri dari Farid Hidayat Supomena, Timotius Djemey dan Burhanuddin, kemudian memutuskan gugatan PKPU terhadap Yayasan RSI Faisal berakhir dengan perdamaian.
"Memerintahkan para pihak agar tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi perjanjian perdamaian tersebut. Menghukum termohon untuk membayar imbalan jasa pengurus dan biaya pengurusan yang ditetapkan dalam penetapan Nomor 2/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Mks tertanggal 22 Agustus 2022," demikian isi putusan majelis hakim.
Menanggapi upaya pembenahan RSI Faisal, Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Anwar Borahima, mengatakan terkait dengan posisi RSI Faisal saat ini, manajemen harus tetap melibatkan pengurus PKPU dalam semua tindakannya, baik dalam perbaikan manajemen dan penyelesaian utang.
"Intinya kalau subjek hukum yang dinyatakan PKPU (berakhir dengan perdamaian) yakni RSI Faisal, debitornya (Yayasan RSI Faisal) tidak boleh bertindak sendiri, melainkan harus bersama-sama dengan pengurus (pengurus PKPU yang telah ditunjuk Pengadilan Niaga Makassar)," terang Anwar Borahima.
Disinggung terkait adanya kemungkinan untuk masuknya investor untuk membantu kondisi keuangan RSI Faisal, Prof Anwar Borahima menyebutkan hal itu juga sangat tergantung pada isi perjanjian antara RSI Faisal dan kreditornya yang tertuang dalam kesepakatan perdamaiannya.
"Jika dimungkinkan dan diatur dalam perdamaian, maka tidak ada masalah. Tapi kalau tidak diatur dalam perjanjian perdamaian, maka pihak Yayasan RSI Faisal juga tidak bisa bertindak sendiri," terang Prof Anwar.
Di sisi lain, dia mengingatkan bahwa kalau pihak Yayasan RSI Faisal membuka diri untuk kemungkinan berinvestasi, maka maksimal aset yayasan yang boleh diinvestasikan adalah 25 persen dari total aset.
"Maksimal aset Yayasan RSI Faisal yang bisa diinvestasikan hanya sekitar 25 persen dari total aset yang dimiliki saat ini," pungkas Prof Anwar Borahima. (*)