MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengatakan akan memperhatikan aduan masyarakat dalam menetapkan tujuh komisioner KPU Sulawesi Selatan. Dua nama yang masuk dalam 14 besar sesuai hasil tim seleksi, telah diaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Kedua orang tersebut adalag Fatmawati dan Upi Hastati. Keduanya merupakan anggota KPU Sulsel yang kembali mendaftar pada rekrutmen tahun ini.
Ketua Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia dan Litbang KPU RI, Parsadaan Harahap mengatakan, pihaknya akan melakukan rapat pleno terlebih dahulu sebelum menetapkan komisioner KPU Sulsel. Dalam pleno tersebut, kata dia, pihaknya akan mempertimbangkan semua tanggapan dan aduan masyarakat mengenai 14 nama yang diloloskan oleh tim seleksi.
"KPU melalui pleno akan mempertimbangkan setiap masukan dari masyarakat. Melalui kajian yang matang sebelum akhirnya ditentukan yang terpilih," kata Parsadaan, Minggu (26/3/2023).
Menurut dia, segala tanggapan masyarakat dan aduan akan dibicarakan di KPU RI seperti halnya pada saat ada pergantian tim seleksi karena mendapat aduan dari masyarakat.
"Sejauh mana informasi yang ada, akan dibicarakan KPU," imbuh Koordinator Wilayah Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Timur, NTB, dan Sulawesi Tenggara itu.
Famtawati dan Upi Hastati dilaporkan oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu. Keduanya dilapor bersama Ketua KPU Sulsel Faisal Amir dan komisioner lainnya, Asram Jaya.
Keempat orang ini diduga melukan pelanggaran kote etik dalam proses verifikasi partai politik. Keduanya dilaporkan melakukan pemalsuan keterangan sehingga meloloskan salah satu partai politik yang seharusnya tidak memenuhi syarat.
Ketua Timsel KPU Sulsel, Nur Fadhilah Mappaselleng mengatakan sudah melakukan konfirmasi soal dugaan pelanggaran itu kepada Fatmawati dan Upi Hastati. Menurut dia, keduanya mengaku turut meneken berita acara (BA) verifikasi partai politik.
Menurut dia, pihaknya juga telah melakukan koordinasi ke Bawaslu Sulsel mengenai hal tersebut. Hasilnya, kata Fadhilah, Bawaslu Sulsel memutuskan kasus yang dilaporkan oleh Koalisi OMS, dinyatakan tidak terbukti.
Menurutnya, putusan yang dikeluarkan Bawaslu Sulsel soal perkara ini ialah mengikat. Sehingga bila ada pihak yang tidak puas dengan putusan saat itu, maka yang digugat ialah lembaga, bukan personal.
Fatmawati dan Upi Hastati belum memberi konfirmasi atas masalah ini. Keduanya tidak merespons saat dihubungi.
Sementara itu, salah satu pengadu, Aflina Mustafainah mengatakan pihaknya sudah mengadukan Fatmawati dan Upi Hastati ke timsel baik secara resmi pada 18 Maret 2023 maupun melalui pesan WhatsApp.
"Timsel mengabaikan bukti yang diberikan oleh OMS. Sama seperti Bawaslu yang memutus perkara dugaan pelanggaran KPU Sulsel dengan mengabaikan bukti yang nyata dan terang benderang," kata Aflina.
Aflina menuturkan, penjelasan ketua timsel menggiring hanya pada persoalan tanda tangan sebagai kesepakatan kolektif kolegial tanpa memperhatikan objek yang ditandatangani berbeda dengan yang ada di Kota Makassar.
"Jadi seharusnya konfrontirnya bukan ke komisioner yang tidak tanda tangan semata, tetapi ke KPU Kota Makassar sebagai penandatangan berita acara yang berbeda dengan yang ditandatangani di provinsi," ujar dia.
Aflina, penyampaian timsel soal kebenaran yang ditemukan dalam kasus ini, juga tidak jelas. Apalagi jika cuma menggali fakta hanya pada tiga komisioner yang menjadi calon.
"Penjelasan ketua timsel juga tidak jelas apa yang dimaksud hoaks dan bukti kebenaran apa yang mereka dapatkan. Sementara yang dikonfrontir hanya Upi Hastati, Fatmawati, dan Uslimin, bukan pada pemilik data yang berbeda. Justru hal tersebut menunjukkan bahwa ketua timsel berpihak pada calon peserta yang diberi tanggapan oleh publik," imbuh dia.
Pengamat demokrasi, Nurmal Idrus menilai, panitia seleksi seharusnya mempertimbangkan seluruh aduandan laporan masyarakat sebelum menentukan nama-nama yang layak lolos. Meski begitu, kata dia, aduan kepada dua petahana KPU Sulsel tersebut masih berstatus praduga tak bersalah karena belum ada keputusan dari DKPP.
"Keputusan timsel harus tetap dihormati sampai ada pemeriksaan lanjutan dari KPU RI terkait masalah itu," ujar Nurmal.
Menurut Nurmal, 14 nama calon komisioner KPU Sulsel yang dibuka ke publik tentu memenuhi kualifikasi, terlepas dari adanya masalah terhadap dua petahana tersebut. Menurut dia, sebagian besar yang lolos merupakan figur yang sangat paham mengenai teknis kepemiluan dan tak perlu lagi diragukan dalam mengawal proses kontestasi demokrasi di Sulsel.
"Dari 14 nama itu adalah yang terbaik dari sisi teknis kepemiluan karena pengalaman panjangnya mereka dalam pemilu," ujar dia.
Direktur Lembaga Kajian Isu-isu Strategis (LKIS) Syaifuddin menyebutkan suara publik tetap harus di pertimbangkan apalagi laporan Koalisi OMS tersebut menyangkut pelanggaran kode etik komisioner KPU Sulsel.
"Karena KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat independen," ujar dia.
Oleh sebab itu, kata Syaifuddin, setidaknya apa yang disuarakan oleh publik tetap harus menjadi pertimbangan bagi KPU RI untuk menentukan 7 calon komisioner.
"Sedapat mungkin proses seleksi ini harus lepas dari patron klien dari partai dan kelompok manapun. Sebab kualitas demokrasi ke depan juga sangat ditentukan kualitas penyelenggaranya," tutupnya. (Suryadi-Fahrullah/B)