TikTok Berasal dari China, tapi Kenapa Tak Bisa Diakses di China?

  • Bagikan

RAKYATSULSEL - TikTok merupakan platform media sosial terpopuler saat ini, yang dikembangkan oleh perusahaan China. Tapi, ironisnya, TikTok itu sendiri tidak dapat diakses di China, bahkan TikTok tidak ada di sana. Aplikasi yang ada di China itu bernama Douyin.

TikTok dan Douying dimiliki oleh perusahaan bernama ByteDance yang berbasis di Beijing. Douying diluncurkan sebelum TikTok ada. Algoritmanya yang kuat menjadi pondasi bagi TikTok dan menjadi cikal-bakal kunci kesuksesan globalnya.

ByteDance meluncurkan Douyin pada tahun 2016. Aplikasi tersebut mengakuisisi 100 juta pengguna China dan Thailand hanya dalam 1 tahun, seperti dikutip dari BBC.

Douyin menawarkan format video pendek dengan algoritma komen yang mengidentifikasi ketertarikan pengguna, dan menawarkan konten yang sejenis. Hal ini kita kenal sebagai FYP.

Melihat kesuksesan besar Douyin di pasar lokal, pada 2018, ByteDance meluncurkan aplikasi sejenis untuk pasar internasional, dengan nama yang berbeda. Aplikasi inilah yang kita kenal sebagai TikTok.

ByteDance terlebih dulu mengakuisisi Musical.ly, aplikasi media sosial lip sync, pada 2017. Aplikasi ini kemudian yang dirombak menjadi TikTok, sekaligus pengguannya dipindahkan ke TikTok.

Kedua platform itu serupa di permukaan, tetapi mereka dijalankan dengan cara yang berbeda.

Media sosial, layaknya situs besar seperti Wikipedia, Instagram, Google, punya perlakuan khusus jika ingin menjangkau publik China. Ini berkaitan dengan konten yang disensor.

TikTok dan Douyin, meski sangat mirip, mulai dari tampilan aplikasi hingga algoritma FYP, punya batasan konten yang berbeda, khususnya yang berkaitan dengan rezim China.

Menurut penelusuran CNN, kata kunci “Tiananmen 1989” tidak menghasilkan konten apa-apa di pencarian Douyin. Sementara di TikTok, banyak konten yang muncul, termasuk klip video seorang pria berdiri di hadapan tank di kejadian Tiananmen Square, Beijing, 1989.

Apakah TikTok bisa didefinisikan sebagai “perusahaan China?”

TikTok adalah anak perusahaan langsung dari ByteDance, yang memang berkantor berpusat di Beijing.

Dalam banyak kesempatan, TikTok mengatakan bahwa pemilik saham mayoritas mereka berasal dari luar China.

Dilansir dari The Guardian, 60 persen saham ByteDance dimiliki oleh investor luar China, termasuk KKR, Carlyle Group, General Atlantic, and Susquehanna International Group, dan perusahaan ekuitas swasta AS lain. Kemudian 20 persen sahamnya dimiliki oleh karyawan dan 20 persen sisanya oleh pendirinya, Zhang Yiming dan Liang Rubo, yang memiliki hak suara lebih kuat dibandingkan pemegang saham lainnya.

Di laman About TikTok, tertulis “TikTok memiliki kantor global termasuk Los Angeles, New York, London, Paris, Berlin, Dubai, Mumbai, Singapura, Jakarta, Seoul, dan Tokyo.”

Pun pada pembukaan sidang dengar pendapat antara CEO TikTok Shou Zi Chew dengan DPR Amerika Serikat selama hampir 6 jam pada 23 Maret 2023. Chew mengatakan, “Izinkan saya menyatakan ini dengan tegas: 'ByteDance tidak dimiliki atau dikendalikan oleh pemerintah China. Ini adalah perusahaan swasta'.”

Chew dicecar berbagai pertanyaan dari anggota DPR AS dari Partai Demokrat maupun Republik, soal kaitan perusahaan dengan pemerintah China, dan apakah rezim China punya akses terhadap data pengguna TikTok.

Salah satu senator juga menanyakan, apakah TikTok merupakan perusahaan China? TikTok, seperti yang sudah dilakukan sudah-sudah, mencoba membersihkan kaitannya dengan China.

TikTok sendiri tidak tersedia di China daratan, kami berkantor pusat di Los Angeles dan Singapura, dan kami memiliki 7.000 karyawan di AS saat ini.

Chew (40 tahun), yang merupakan warga negara Singapura, berusaha menekankan bagaimana TikTok tidak berada di bawah kendali China. Chew menegaskan bahwa pemerintah China tidak punya akses ke TikTok. Pun, TikTok yang digunakan oleh pengguna global tak dapat diakses oleh masyarakat China.

"Saya tidak melihat bukti bahwa pemerintah China memiliki akses ke data tersebut. Mereka tidak pernah meminta kami. Kami tidak menyediakannya," ungkapnya pada sidang Kongres tersebut.

Namun TikTok kecolongan pada Desember 2022 lalu, di mana pegawai ByteDance mengakses beberapa data pengguna asal AS, termasuk 2 orang jurnalis.

  • Bagikan