Dari sektor UMKM, tercatat baru
2 juta UMKM yang telah membayar pajak dari total 60 juta UMKM yang telah terdaftar sebagai wajib pajak di Indonesia. Angka ini mencerminkan kesadaran pajak yang masih rendah dari wajib pajak Indonesia.
"Nah UMKM saja pajaknya diuber Dirjen Pajak. Kok ini owner-owner kosmetik yang pendapatannya sampai ratusan juta bahkan miliaran per bulan tidak tersentuh. Ini kan melukai rasa keadilan," tandas Ansar.
Ansar menyebut jumlah owner kosmetik di Makassar mencapai puluhan. Bahkan mendekati angka 100 orang. Dari hasil investigasinya, ia menemukan hampir semua owner tak memiliki laporan pajak yang valid.
Sementara itu berdasarkan hasil penelitian dengan metode investigasi yang dilakukan Masyarakat Peduli Konsumen Indonesia (MASPEKINDO) menemukan adanya sejenis perkumpulan yang menamakan dirinya owner produk kecantikan yang
tersebar di seluruh wilayah sulselbar yang sampai saat ini tidak terdaftar sebagai wajib pajak,
Maspekindo menemukan bahwa owner-owner kecantikan tersebut memiliki harta kekayaan miliaran rupiah. Hal itu dapat dibuktikan dari pembelian barang-barang mewah mulai dari tas emas seharga Rp503 juta sampai pada pembelian emas
per kilo gram, pembelian mobil mewah mulai dari merk Ferarri sampai pada Lamborgini serta melakukan investasi dengan membeli rumah-rumah mewah.
"Bahwa usaha yang mereka lakukan adalah penjualan kosmetik berbagai merk, mulai dari yang mempunyai sertifikat Badan POM sampai yang tidak mempunyai Sertifikat BPOM. Modus penjualannya dibuat sangat simple dan tidak harus mempunyai toko atau outlet. Dan setiap penjualan
dijual secara online dengan metode COD atau bayar di tempat," papar Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Masyakarat Peduli Konsumen Indonesia, Mulyadi.
Mulyadi menjelaskan, ditemukan fakta dari hasil wawancara ke berbagai pihak, bahwa satu owner mempunyai puluhan sampai ratusan orang reseller, agen, distributor, stokis, stokis area, naster stokis,
jenderal dan manager yang tersebar di seluruh wilayah NKRI.
"Berdasarkan hasil investigasi dengan metode wawancara khusus kota Makassar sudah ada 100 orang owner yang terbagi di beberapa tempat," katanya.
Modus penjualan produk kecantikan tersebut dilakukan dengan memasang produk yang sudah mempunyai sertifikat BPOM. Namun yang dijual di pasaran adalah hasil racikan yang diracik sendiri dengan alat seadanya tanpa pengawasan dari ahli maupun dari institusi terkait.
"Tidak main-main karena satu owner memesan 10 produk yang dikemas dalam 3 s/d 5 kontainer. Bahwa untuk menghindari pembayaran pajak mereka (para owner kecantikan) tidak pernah mendaftarkan usahanya sebagai Badan Usaha sehingga tidak mempunyai Akte Pendirian Usaha,
Izin Pendirian Usaha, Izin Produksi, Ijin Edar dan Izin Halal Haram, sehingga secara otomatis kantor pajak sulit melacak mereka," tandas Mulyadi.
Mulyadi juga menjelaskan, para owner kecantikan tidak pernah dibebankan membayar pajak pembelian barang
walaupun mereka membeli produk kecantikan sampai berton-ton. Hal itu diduga karena pabrik kecantikan yang mensuplai bahan yang ada di pulau Jawa merupakan perusahaan abal-abal atau
dengan kata lain tidak terdaftar, sehingga untuk mengelabui petugas, para owner tetap membeli produk yang telah mempunyai sertifikat BPOM.
"Karena itu kami mendesak pihak Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pajak Pratama Makassar, Kantor Pelayanan Pajak Makassar, KPP Madya Makassar
dan Kantor Pengolahan Data Dokumen Perpajakan Makassar untuk melakukan penyidikan serta penyelidikan dengan pihak Aparat Hukum untuk membongkar sindikat kejahatan di bidang perpajakan yang merugikan keuangan negara ini. Semua owner kosmetik itu harus segera diperiksa," imbuh Mulyadi. (*)