"Demikian pula mantan bupati atau kepala daerah yang juga dianggap masih memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi dan basis politik di daerahnya masing-masing," katanya.
Menurutnya, hengkangnya beberapa tokoh yang pindah maupun bergabung pada partai tertentu salah satu sebabnya mungkin karena figur dramaturg di belakang teather politik.
"Boleh jadi karena melihat hitung-hitungan politik dengan memanfaatkan basis agama, suku dan ikatan patron klien lainnya," tuturnya.
Akan tetapi semua ini simulakra dengan baca Nietzshe yang cendrung melihat sesuatu hanyalah simulasi. Karena itu kontekstasi 2024 seperti pengalihan pertarungan figur, seperti kabar terburuk bahwa demokrasi tamat dan para figur terkubur.
Ini fenomena demokrasi yang kadang di lupakan. Tetapi ping tidak 2024 adalah momentum pertarungan politik ide dan gagasan para tokoh.
"Tentu bukan sekadar menawarkan bahwa saya ini "mantan" kalau mantan terindah tidak masalah tapi kalau mantan yang terlupakan itu menyakitkan. Politik pun demikian akan penuh banyak resiko," pungkasnya. (Yadi/B)