Jaksa: Eks Auditor BPK Terbukti Terima Suap

  • Bagikan
Suasana Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Korupsi Suap LKPD 2020 di PN Makassar, Rabu (5/4). (Isak/A)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan empat mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Selatan terbukti telah menerima suap. Dua orang dituntut 7 tahun 9 bulan dan dua lainnya hanya 4 tahun 8 bulan.

Empat mantan auditor BPK Sulsel itu terjerat kasus suap pengurusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Sulsel tahun anggaran 2020 di Dinas Pekerjaan Tata Ruang (PUTR) Sulsel. Jaksa KPK melayangkan tuntutan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Rabu (5/4/2023).

Dalam tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), keempat terdakwa masing-masing Gilang Gumilar, Wahid Ikhsan Wahyudin, Yohanes Binur Haryanto Manik, dan Andi Sonny (AS) dituntut penjara berbeda.

Gilang Gumilar dituntut pidana penjara selama 4 tahun 8 bulan, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan Gilang Gumilar sama dengan tuntutan yang diberikan kepada Yohanes Binur Haryanto Manik.

Adapun terdakwa Wahid Ikhsan Wahyudin dan Andi Sonny dituntut lebih tinggi dengan pidana penjara selama 7 tahun 9 bulan, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Masa penahanan para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan para terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata jaksa KPK, Zainal Abidin.

Menurut jaksa, keempat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Kami penuntut umum berkesimpulan bahwa keempat terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan utama," sebut Zainal.

Sebelumnya, empat eks auditor BPK Sulsel itu didakwa menerima uang suap dari eks Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat sebesar Rp2,917 miliar. Uang suap tersebut dikumpulkan Edy Rahmat dari 12 kontraktor yakni John Theodore, Petrus Yalim, Mawardi bin Pakki alias H Momo, Andi Kemal Wahyudi, Rudi Hartono, Yusuf Rombe Pasarrin, Robert Wijoyo, Hendrik Tjuandi, Loekito Sudirman, Herry Wisal alias Tiong, Rendy Gowary, dan Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng.

Uang suap tersebut diserahkan Edy Rahmat kepada auditor BPK RI perwakilan Sulsel terkait pemeriksaan LKPD Sulsel Tahun Anggaran 2020 di Dinas PUTR Sulsel.

Dalam surat tuntutan, jaksa menyatakan ada hal memberatkan dan meringankan sehingga tuntutan keempat terdakwa berbeda.

Zainal menjelaskan tuntutan lebih berat diberikan kepada Wahid Ikhsan Wahyudin dan Andi Sonny karena tidak mengakui perbuatannya. Selain itu, keduanya juga disebut memberikan keterangan berbelit-belit selama proses persidangan.

Hal lain yang dinilai memberatkan para terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Hal yang meringankan karena para terdakwa belum pernah dihukum. Untuk terdakwa Gilang dan Yohanes Binur mengakui perbuatannya di persidangan," ujar Zainal.

Tak hanya itu, menurut JPU KPK, keempat terdakwa juga mengetahui bahwa perbuatannya dilarang undang-undang dan para terdakwa mempunyai kemampuan untuk menghindari namun tetap dilakukan.

"Dalam fakta-fakta persidangan diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada alasan yang dapat menghapus kesalahan atau dapat menghapus perbuatan pidana baik berupa asas pemaaf maupun berupa pembenar sebagaimana diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 52 KUHPidana," tutur Zainal.

Atas tuntutan tersebut, keempat terdakwa pun kompak mengajukan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan JPU KPK. Keempat terdakwa juga mengajukan perimbangan atau perpanjangan waktu untuk menyusun pleidoi. Majelis hakim juga memutuskan sidang selanjutnya akan digelar pada Jumat mendatang (14/4/2023).

"Mohon pertimbangan untuk mengajukan perimbangan pertambahan waktu untuk menyusun pleidoi yang Mulia Hakim," ujar Gilang Gumilar.

Ibrahim, pengacara Andi Sonny memberikan tanggapan atas tuntutan JPU KPK terhadap kliennya yakni pidana penjara selama 7 tahun 9 bulan serta pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Menurut dia, tuntutan tersebut tidak tepat sebab JPU KPK dinilai memberikan tuntutan berdasarkan pada keterangan terdakwa Wahid Ikhsan Wahyudin.

"Untuk melakukan tuntutan memang itu tugas dan tanggung jawabnya (JPU). Tapi, kita juga harus melihat dulu pertimbangannya, apa fakta-fakta yang dimunculkan oleh teman-teman penuntut umum. Dan, kalau sepintas tadi saya dengar dengan cermat, apa yang dibacakan oleh penuntut umum, menuduh klien kami itu hanya berdasar pada keterangan terdakwa Wahyudin," sebut Ibrahim.

Atas dasar itu, Ibrahim menyebut keterangan saksi menurut hukum bukan dalam pembuktian. Keterangan Wahid Ikhsan Wahyudin dinilai berdiri sendiri. Termasuk beberapa keterangan lainnya yang dijadikan landasan JPU KPK dalam memberikan tuntutan pada Andi Sonny juga tidak muncul dalam persidangan.

"Misalnya ada keterangan yang ditujukan, meminta uang untuk kepentingan Pak Dody itu tidak muncul dalam fakta persidangan. Kedua, selama persidangan berlangsung dari semua kontraktor, dari semua rekan (saksi) yang diminta keterangan di persidangan tidak ada satu pun yang mengenal yang namanya terdakwa Pak Andi Sonny," ujar dia.

"Tidak ada satu pun yang kenal. Edy Rahmat yang salah satu saksi kunci dalam perkara ini juga tidak mengenal Andi Sonny. Dia hanya mengenal Gilang, Wahyudin, dan Yobin (Yohanes Binur Haryanto Manik)," sambungnya.

Selanjutnya, Ibrahim menyampaikan, tidak ada juga dari pihak PUTR Sulsel yang mengenal kliennya. Dan, paling menarik, kata dia, adalah keterangan terdakwah Gilang Gumilar saat diperiksa.

"Dia (Gilang Gumilar) menyampaikan bahwa terkait dana partisipasi satu persen itu, Andi Sonny tidak tahu apa-apa dan dia hanya disuruh Wahid Ikhsan Wahyuddin untuk menyebut nama Andi Sonny waktu pertama kali diperiksa di BPK. Itu ada dalam fakta persidangan," terangnya.

Ibrahim mengatakan kliennya hanya diseret-seret saja, karena pernah meminjam uang pada Januari senilai Rp 100 juta kepada Wahid Ikhsan Wahyuddin yang mana uang tersebut sudah dikembalikan pada bulan Juli sebanyak Rp100 juta. Atau jauh hari sebelum Gilang Gumilar mengaku di Itama BPK pada bulan November.

"Dia sudah melunasi utangnya bulan Juli. Memang menyesalnya dia tidak tahu ternyata uang yang dipinjamkan itu ternyata adalah sumbernya dari uang suap. Tapi dia tidak tahu, namanya orang minjam tidak tahu, dan juga dia sudah melunasi. Dia sudah mengembalikan bukan karena diminta oleh BPK maupun KPK, beda yang lain," ucap Ibrahim.

"Dia menyalahkan KPK karena memang diminta oleh BPK, karena Gilang akhirnya mengaku. Di situ juga baru tahu bulan November 2021 baru tahu. Satu hal lagi yang penting, bulan November 2022 terdakwa Andi Sonny sudah pindah. Padahal peristiwa ini mulai Januari sampai Februari. Orang sudah tidak ada di Makassar dia sudah di Kendari, tidak ada kepentingannya lagi. Kita berharap nanti keadilan diberikan kepada Andi Sonny," pinta Ibrahim. (Isak Pasa'buan/C)

  • Bagikan

Exit mobile version