JAKARTA, RAKYATSULSEL - Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (International Mayday) pada tanggal 1 Mei 2023, bertempat di Kantor DPP PKS, TB. Simatupang, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melakukan konferensi pers pernyataan sikap terkait kebijakan Ketenagakerjaan di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hadir dalam kegiatan tersebut, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS Indra SH.M.H, Ketua Departemen Jaringan Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS Muhamad Rusdi, Ketua Departemen Advokasi Budi Setiadi, Ketua Departemen Pekerja Migran, Mohamad Anom, Ketua Departemen Hubungan Industrial, Ricardo Lumalessil serta didampingi oleh para pengurus Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS.
Dalam pernyataanya Indra, menyampaikan nasib para pekerja/buruh Indonesia yang jumlahnya sangat besar tersebut diposisikan tidak penting dan tidak dikedepankan oleh pemerintahan Jokowi. Yang ada pekerja/buruh Indonesia dimarjinalkan, dipinggirkan, dan posisinya semakin terhimpit dan semakin merana.
"Hal ini setidaknya bisa terlihat dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi khususnya dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan yang ternyata politik hukumnya tidak mencerminkan pentingnya posisi pekerja/buruh dan tidak nampaknya keberpihakkan kepada pekerja/buruh," ungkapnya di kantor DPTP PKS, Jakarta, Senin (1/5).
Indra melanjutkan, Undang-undang Cipta Kerja dan berbagai peraturan pelaksanaannya yang digadang-gadang Jokowi dihadirkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mensejahterakan pekerja/buruh Indonesia ternyata justru sebaliknya, yakni oligarki berpesta dan pekerja/buruh merana.
Undang-undang Cipta Kerja justru semakin memberi ruang untuk hadirnya tenaga kerja asing, politik upah murah, PHK yang semakin dipermudah, kompensasi PHK yang diperkecil, outsourcing (alih daya) yang sangat diperluas, pekerja kontrak yang semakin diperluas dan diperpanjang waktunya, entitas serikat pekerja/serikat buruh yang diperlemah, dan berbagai hal lainnya yang membuat posisi pekerja/buruh semakin terhimpit, sulit, dan semakin merana.
Selain persoalan politik hukum pemerintahan Jokowi yang tidak berpihak kepada pekerja/buruh Indonesia, menurut Indra, kondisi perburuhan Indonesia semakin dipersuram oleh lemahnya penegakkan hukum (law enforcement) atas berbagai regulasi ketenagakerjaan yang ada.
"Kesewenang-wenangan, penyimpangan, dan berbagai pelanggaran norma ketenagakerjaan begitu marak terjadi diberbagai tempat. Banyak PHK sepihak, pesangon yang tidak dibayar, upah dibawah upah minimum, pemagangan-outsourcing-kerja kontrak yang menyimpang, intimidasi kebebasan berserikat, tenaga kerja asing unskill, dan seterusnya yang tidak tersentuh dan tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya," imbuhnya.
Indra juga menyoroti terkait persoalan nasib dan status pengemudi daring yang tidak kalah pelik dan rumit. Menurutnya sampai saat ini posisi para pengemudi daring semakin tidak jelas perlindungan hukumnya, dan semakin jauh dari keadilan dan kesejahteraan.
Belum lagi persolan pekerja migran Indonesia yang tidak kalah komplek dan memprihatinkan. Sehingga dari berbagai carut marut dan memprihatinkannya kondisi ketenagakerjaan Indonesia tersebut.
"Maka menjadi sangat beralasan apabila dimomentum hari buruh internasional (May Day) 2023 ini, PKS memberikan raport merah kepada Jokowi atas kinerja pemerintahaan dibidang Ketenagakerjaan," sebutnya.
Atas dasar kondisi dan realitas yang ada, PKS mendesak Presiden Joko Widodo untuk :
Pertama, Mencabut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, karena semakin menyengsarakan buruh/pekerja Indonesia;
Kedua Mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang justru memudahkan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA), sementara banyak anak bangsa yang nganggur;
Ketiga Mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang telah mempermudah terjadinya PHK, memperkecil kompensasi PHK, memperluas outsourcing (alih daya), memperluas dan memperpanjang waktu kerja kontrak, dan memperlemah entitas serikat pekerja/serikat buruh;
Keempat Mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang bermuatan politik upah murah;
Kelima Mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, yang melagalisasi pemotongan upah sampai dengan 25%.
Keenam Lakukan penegakkan hukum (law enforcement) atas berbagai norma ketenagakerjaan secara sungguh dan menyeluruh;
Ketujuh Penuhi janji kampanye kerja layak, upah layak, dan hidup layak;
Kedelapan Hadirkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan;
Kesembilan Terbitkan regulasi yang memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi pengemudi daring, dan;
Kesepuluh Berikan perlindungan yang memadai bagi pekerja migran Indonesia.
Selainnya memberikan raport merah kepada Presiden Jokowi dan pernyataan sikap terkait kebijakan ketenagakerjaan, Bidang Ketenagakerjaan DPP menyampaikan dalam rangka memperingati Mayday tahun 2023, juga akan mengadakan Talk Show - Refleksi May Day 2023 dengan Tema Omnibus Law : Oligarki Berpesta, Buruh Merana, pada tanggal 4 Mei 2023 secara hybrid.
Puncaknya pada tangal 6 Mei 2023, PKS akan mengadakan peringatan MayDay Buruh Bersama PKS & Anies bertempat di DPP PKS yang akan dihadiri oleh aktifis-tokoh buruh lintas serikat pekerja, federasi, konfederasi serta perwakilan simpul-simpul Ojek Online (Ojol). (*/rls)