MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) didukung oleh USAID dan Internews menginisiasi terbentuknya Paguyuban Ekosistem Informasi Sehat (PESAT) di Sulawesi Selatan (Sulsel). Peluncuran dan Deklarasi PESAT Sulsel sukses digelar di Hotel Mercure, Minggu (7/5) kemarin.
Kegiatan tersebut dihadiri Eric Sasono selaku Chief of Party Internews, Rima Mutia selaku Po Program MEDIA yang hadir secara daring, Arief Putra Ramadhan selaku Koordinator Kerja Sama Organisasi Program MEDIA, Sarmini Sallu selaku Sub Koordinator Pengelolaan dan Penyedia informasi Diskominfo-SP Sulsel dan Muhajir selaku Koordinator PESAT Sulsel.
Kegiatan tersebut juga dihadiri 30 tamu undangan yang terdiri dari lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi. Deklarasi PESAT Sulsel mengusung tema Wujudkan Pemilu Damai Tanpa Hoaks, Politik SARA, dan Hasutan Kebencian.
Tema tersebut dibahas secara mendalam oleh tiga pembicara antara lain Saiful Jihad selaku Anggota Bawaslu Sulsel, Andi Fauziah Astrid selaku Koordinator Wilayah MAFINDO Makassar, dan Sabara Nuruddin selaku Peneliti Ahli Madya Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN.
Pada kesempatan itu, Saiful Jihad membahas mengenai Peran Bawaslu dalam Menangkal Hoaks, Politik Identitas, dan Hasutan Kebencian pada Pemilu 2024.
Saiful Jihad mengenang pelaksanaan Pemilu 2019 lalu yang penuh gejolak akibat dampak hoaks, hasutan kebencian, dan politik Identitas yang sedikit banyak membanjiri ruang publik digital. Saiful Jihad memprediksi jika hal tersebut akan terulang lagi di Pemilu 2024.
"Di tiga bulan terakhir ini saja kita sudah mendapatkan banyak informasi hoaks, misinformasi dan disinformasi. Inilah yang dinikmati oleh masyarakat saat menggunakan gadget sementara tradisi saring sebelum share belum jalan," ujarnya.
Dalam berupaya menangkal hoaks, politik identitas, dan hasutan kebencian di Pemilu 2024 Bawaslu merangkul berbagai pihak demi meningkatkan kolaborasi dengan stakeholder.
"Semangat kolaborasi yang diusung oleh MAFINDO juga kami laksanakan. Kita sudah bangun MoU di tingkat nasional dengan MAFINDO, cekfakta.com, platform media sosial Facebook, instagram dan mengembangkan aplikasi juga yakni Jarimu Awasi Pemilu," ujarnya.
Dengan semangat kolaborasi inilah Saiful Jihad membuka peluang kerja sama Bawaslu dan PESAT Sulsel terutama mengenai gerakan menangkal hoaks dan literasi digital.
"Kita bisa kongkretkan apa yang bisa kita kerjasamakan khususnya untuk membangun informasi sehat," ujarnya.
Pemateri kedua, Andi Fauziah Astrid mengangkat materi "Mewujudkan Ekosistem Informasi Sehat dalam Ruang Publik Digital".
Astrid menjelaskan, ekosistem informasi sehat adalah konsep yang menggambarkan suatu lingkungan informasi yang aman, transparan, beragam, dan berkualitas tinggi. Ekosistem ini terdiri dari berbagai komponen, seperti pengguna, penyedia informasi, regulator, serta teknologi dan infrastruktur pendukung lainnya.
"Ekosistem informasi sehat dalam ruang publik digital sangat penting. Karena dapat mencegah penyebaran informasi palsu dan hoaks, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu penting, mendorong partisipasi aktif dan konstruktif, dan memperkuat keamanan digital," ujarnya.
Sementara Sabara Nuruddin membahas tentang Demokrasi tanpa Sentimen: Meretas Hasutan Kebencian, Menyudahi Politik Identitas. Di awal pembahasannya Sabara Nuruddin membahas perbedaan demokrasi substansial dan prosedural.
Jika demokrasi substansial memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan kebenasan. Maka demokrasi prosedural adalah sistem yang menekankan pada praktik memilih pemimpin.
Muaranya adalah terjadinya persaingan calon pemimpin dalam meyakinkan rakyat agar memilih mereka untuk menduduki jabatan pemerintahan.
"Di sinilah demokrasi sangat erat kaitannya dengan politik kepentingan, kepentingan siapa golongan atau rakyat," ujarnya.
Dari demokrasi prosedural yang penuh intrik dan kepentingan politik itulah politik identitas muncul. Otomatis, kata Sabara, berita hoaks pun membanjiri ruang demokrasi kita. Karena menjadi instrumen yang ampuh untuk menciptakan sentimen SARA demi kepentingan politik.
"Implikasi lebih lanjutnya adalah maraknya ujaran kebencian dan polarisasi dalam masyarakat. Kita sudah rasakan di Pemilu 2019 lalu energi kita habis karena dipolarisasi dengan ujaran 'cebong-kampret'," ujarnya.
"Hingga perbedaan pilihan politik membuat pertemanan menjadi renggang. Tapi itulah konsekuensi ketika politik SARA dimainkan, ujaran kebencian memicu perpecahan di antara kita polarisasi semakin ekstrim bahkan saling bermusuhan," tambah Sabara.
Pada kesempatan ini Sabara mengajak untuk berdemokrasi secara sehat dan meminimalkan praktik politik identitas dalam kehidupan bernegara. Karena hanua akan melahirkan perpecahan dan memicu kebentian antar sesama.
"Ujaran kebencian dalam bentuk apapun mesti disudahi agar kita bisa mewujudkan demokrasi yang sehat," ujarnya.
Koordinator PESAT Sulsel Muhajir berharap kehadiran PESAT Sulsel dapat berkontribusi memperkuat ekosistem informasi yang aman dan sehat di wilayah Sulsel dengan berbagai program yang terkait dengan pemberantasan hoaks. PESAT Sulsel pun menyatakan siap terlibat menangkal hoaks khususnya di momen Pemilu 2024 nanti.
"Setelah deklarasi kami akan membuat pelatihan pengecekan fakta, literasi media, dan pembuatan konten kampanye digital dan berbagai program yang terkait membentuk ekosistem informasi sehat," pungkasnya. (*)