MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP sepakat melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, khususnya Pasal 8 ayat 2 soal penghitungan syarat keterwakilan perempuan.
Sehingga bagi partai politik (parpol) peserta pemilu, yang sudah mengajukan daftar bakal calon sebelum berlakunya revisi peraturan KPU tersebut, dapat melakukan perbaikan daftar calon sampai batas akhir masa pengajuan bakal calon pada 14 Mei 2023.
Menanggapi hal ini, Anggota KPU Kota Makassar, Endang Sari menyampaikan perubahan PKPU 10 Tahun 2023 pasal 8 ayat (2) adalah komitmen untuk menjamin pemenuhan Kuota 30 persen seperti amanah UU nomor 7 tahun 2017.
"Mengapa 30 persen? Bagi perjuangan gerakan perempuan. Angka 30 persen banyak diyakini bisa melahirkan representasi perempuan di parlemen," ujar Endang, Kamis (11/5).
Menurut akademisi Unhas itu, angka ini adalah angka minimal bagi perempuan untuk dapat memberi peran penting dan ikut serta dalam perumusan kebijakan.
Pasalnya, dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, keputusan sering kali diambil berdasarkan mekanisme pemungutan suara.
"Oleh karena itu, jumlah representasi perempuan menjadi penting dan regulasi pemilu mengatur dengan tegas hal tersebut," tuturnya.
Dosen Fisipol Unhas itu mengatakan KPU daerah akan menjalankan aturan tersebut sehingga meminta partai politik menyesuaikan untuk mengusulkqn bacaleg.
"Sebagai KPU di daerah kami siap jalanlan. Para partai politik juga menyesuaikan dengan mengusul bacalegnya," tukasnya.
Dia menambahkan, regulasi ini bisa kita lihat pada Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk menjadi peserta pemilu adalah dengan menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan di daftar bakal calon.
"Selain itu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik juga mengatur jelas bahwa kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan," tutupnya.
Sedangkan, anggota KPU Sulsel, Fatmawati menyebutkan secara the facto KPU RI, Bawaslu serta lembaga terkait telah sepakat untuk dilakukan sejumlah perubahan dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023.
"Telah ada kesepakatan untuk hasil revisi. Terutama yang berkaitan dengan cara penghitungan 30 persen jumlah bakal anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil). Intinya kuta jalankan apa menjadi kesepakatan bersama untuk jalanya demokrasi," jelasnya.
Menurutnya, sesuai keterangan KPU RI. Dimana poin revisi Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Saat ini, pasal tersebut mengatur bahwa hasil penghitungan 30 persen kuota caleg perempuan dibulatkan ke bawah. Akan dilakukan perubahan menjadi, dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.
Lanjut dia, KPU RI akan menambah dua pasal dalam revisi PKPU tersebut. Pasal tambahan ini mengharuskan partai politik yang sudah kadung menyerahkan daftar calegnya dan kuota perempuannya belum terpenuhi, maka harus melakukan perbaikan.
"Partai dipersilakan mengubah daftar caleg hingga masa akhir pendaftaran pada tanggal (14/5/2023) lalu dan saat masa perbaikan dokumen pada kemudian hari. KPU RI akan segera mengonsultasikan revisi PKPU ini dengan DPR dan Pemerintah," tuturpnya.
Aktivis Perempuan Sulsel, Alita Karen berharap bahwa KPU segera menetapkan revisi PKPU yang mengatur soal penghitungan jumlah bacaleg perempuan di tiap daerah pemilihan.
"Sudah ada kesepakatan revisi. Maka harapan kita KPU segera bertemu dengan DPR dan pemerintah untuk membahas revisi tersebut," harapnya.
Ia juga mengingatkan KPU dan lembaga penyelenggara pemilu lainnya agar melaksanakan tugas secara profesional, transparan, dan akuntabel menghadapi pemilu 2024 tanpa menghilangkan hak perempuan.
"Masyarakat tetap mengawasi proses revisi peraturan tersebut untuk memastikan tak ada pihak yang diluar jalur," katanya.
"Publik perlu mengawal agar tidak ada elemen baik di DPR atau eksternal lainnya sehingga terjadi pelanggaran serupa," sambung dia. (Yadi/B)